PALPOS.ID - Kementerian Kebudayaan melalui Direktorat Pengembangan Budaya Digital menyelenggarakan “Kirana Viramantra”, sebuah perayaan seni multimedia yang memadukan pertunjukan teater, musik, tari, dan video mapping dalam rangka memperingati Hari Pahlawan 2025.
Acara ini berlangsung di area fasad Monumen Yogya Kembali (Monjali), menghadirkan kolaborasi antara Mantradisi dan Sanggar Seni Sekar Kinanti, dengan pementasan utama bertajuk “Goro-Goro Diponegoro”.
Nama “Kirana Viramantra” berasal dari bahasa Sanskerta: Kirana berarti cahaya, sedangkan Viramantra berarti pahlawan dan doa.
Gabungan keduanya melambangkan semangat melangitkan doa untuk para pahlawan lewat cahaya, menjadikan momentum Hari Pahlawan bukan sekadar peringatan, melainkan pengalaman budaya yang menyentuh dan inspiratif.
Direktur Pengembangan Budaya Digital, Kementerian Kebudayaan, Andi Syamsu Rijal, menyampaikan, “Kirana Viramantra bukan sekadar tontonan, tetapi wujud penghormatan, melangitkan doa untuk pahlawan melalui cahaya.
Melalui kebudayaan yang dijaga nilainya, Monumen Jogja Kembali hadir sebagai ruang pembelajaran dan refleksi tentang hubungan manusia dengan sejarahnya.”
Kirana Viramantra diharapkan menjadi momentum untuk menyalakan kembali nilai-nilai kepahlawanan melalui kekuatan seni, teknologi, dan kolaborasi, sekaligus memperkaya wajah kebudayaan di era digital.
Lebih lanjut, Andi Syamsu Rijal, mengatakan “Tugas kita bukan membuat masa lalu menjadi museum yang membeku, tetapi memanfaatkan kebudayaan tanpa mencabut nilai luhur di dalamnya agar ia dapat menyapa generasi baru secara relevan, menyala, dan bermakna.
BACA JUGA:Momen Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Ratu Dewa Raih 3 Penghargaan Langsung dari Gubernur Sumsel
BACA JUGA:Inovasi Daun Teratai Sabet Juara 2 TTG Perikanan Palembang 2025, Jadi Solusi Pengganti Antibiotik
Inilah bentuk edukasi kreatif yang membuka pintu bagi publik, terutama generasi muda, untuk melihat bahwa sejarah bukan sesuatu yang jauh dan kaku, tetapi hidup, hangat, dan dapat disentuh melalui seni.”
Karya “Goro-Goro Diponegoro” merupakan naskah lama yang telah dimodifikasi delapan tahun lalu.
Tahun ini, pertunjukan tersebut kembali dihadirkan dalam format drama musikal berbasis Macapat, menafsir ulang semangat perjuangan Pangeran Diponegoro melalui gabungan seni tradisi dan teknologi digital.