Temui Hotman Paris, Wali Santri Ponpes Gontor Minta Keadilan Hukum

Temui Hotman Paris, Wali Santri Ponpes Gontor Minta Keadilan Hukum

Soimah (tengah) menceritakan kejadian yang menimpa anaknya sembari berurai air mata kepada pengacara Hotman Paris, Minggu (4/9)-foto : septi-

Santri Bernama Albar Mahdi Diduga Korban Kekerasan

PALEMBANG - Seorang ibu bernama Soimah yang merupakan wali santri Pondok Pesantren Gontor Probolingo Jawa Timur menemui pengacara kondang Hotman Paris yang berkunjung ke Palembang, Minggu (4/9).

Sembari berlinang air mata, Soimah menceritakan kisah anaknya yang dikembalikan pihak pesantren dalam keadaan sudah dibungkus kain kafan.

Saat ditemui usai mengadu ke Hotman Paris, Soimah menjelaskan betapa dia membutuhkan keadalian atas meninggalnya putra pertamanya itu. 

“Saya selaku umi dari Albar Mahdi siswa kelas 5i Pondok Modern Darussalam Gontor 1 Pusat Ponorogo asal Palembang mohon keadilan kepada semua pihak, agar bisa membantu saya. Sungguh miris, tragis dan menyakitkan hati saya dan keluarga tidak ada kabar sakit atau apapun itu dari anak saya. Tiba-tiba dapat kabar dari pengasuh Gontor 1 telah meninggal dunia pada Senin,  22 Agustus 2022 pukul 10.20. Padahal di surat keterangan yang saya terima, putra saya itu meninggal pada pukul 06.45 WIB. Ada apa!  Rentang waktu itu menjadi pertanyaan keluarga kami,” jelasnya. 

Karena mendengar berita itu, ia bersama suami kaget dan tidak bisa berpikir apa-apa. Ia berharap kedatangan ananda ke Palembang meskipun hanya tinggal mayat.

“Akhirnya almarhum tiba di Palembang pada Selasa siang,  23 Agustus 2022 diantar oleh pihak Gontor 1 dipimpin ustad Agus. Itu pun saya tidak tahu siapa ustad Agus itu, hanya sebagai perwakilan. Di hadapan pelayat yang memenuhi rumah saya disampaikan kronologi bahwa anak saya terjatuh akibat kelelahan mengikuti Perkemahan Kamis Jumat (Perkajum),” jelasnya.

Apalagi, tambah dia, anaknya itu dipercaya sebagai Ketua Perkajum,  mungkin alasan itu bisa Ia terima bila sesuai dengan kenyataan kondisi mayat anaknya.

“ Tetapi karena banyak laporan-laporan dari wali santri lainnya, bahwa kronologi tidak demikian. Kami pihak keluarga meminta agar mayat dibuka. Sungguh sebagai ibu saya tidak kuat melihat kondisi mayat anak saya demikian begitu juga dengan keluarga,” paparnya.

Amarah tak terbendung kenapa laporan yang disampaikan berbeda dengan kenyataan yang diterima. Sehingga merasa tidak tidak sesuai Ia akhirnya menghubungi pihak forensik dan pihak rumah sakit yang sudah siap melakukan otopsi. 

“Namun,  setelah didesak pihak dari Gontor 1 yang mengantar jenazah, akhirnya mengakui bahwa anak saya meninggal akibat terjadi kekerasan. Saya pun tidak bisa membendung rasa penyesalan saya telah menitipkan anak saya di sebuah pondok pesantren yang nota bene nomor satu di Indonesia,” ujarnya.

 Setelah ada pengakuan telah terjadi tindak kekerasan di dalam pondok, Ia memutuskan untuk tidak jadi melakukan otopsi agar jenazah anaknya segera bisa dikubur mengingat sudah lebih dari satu hari perjalanan dan saya tidak rela tubuh anaknya diobrak-abrik. 

“Keputusan saya untuk tidak melanjutkan ke ranah hukum pada saat itu didasari banyak pertimbangan. Karena itu kami membuat surat terbuka yang intinya ingin ketemu sama Kyai di Gontor 1, pelaku dan keluarganya untuk duduk satu meja ingin tahu kronologis hingga meninggalnya anak kami.  Tapi sampai saya membuat tulisan ini, Rabu 31 Agustus 2022 belum ada kabar atau balasan dari surat terbuka tersebut padahal kami selaku keluarga korban. Saya tidak ingin perjuangan anak saya Albar Mahdi siswa Kelas 5i Gontor 1 Ponorogo sia-sia,” ujarnya.

Ia juga berharap, jangan lagi ada korban-korban kekerasan bukan hanya di Gontor tetapi di pondok lainnya hingga menyebabkan nyawa melayang, tidak sebanding dengan harapan para orang tua dan wali santri untuk menitipkan anaknya di sebuah lembaga yang dapat mendidik ahlak para generasi berikutnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: