Adaptasi Terhadap Perubahan Air Baku

Adaptasi Terhadap Perubahan Air Baku

Dirut Perumda Tirta Musi Palembang, Andi Wijaya Adani -erika/palpos.id-PALPOS.ID

Oleh : Andi Wijaya Adani*

PERUBAHAN itu adalah sesuatu yang pasti. Tidak ada sesuatu yang permanen. Pada zaman purbakala 230 juta tahun yang lalu dinosaurus adalah mahluk yang terbesar dan terkuat yang pernah ada. 

Bayangkan saja dari fosil yang ada, diperkirakan dinosurus memiliki berat 37,5 ton. Setelah berakhirnya jaman Kapur hewan ini punah, karena tidak dapat beradaptsi terhadap perubahan lingkungan. 

Beberapa hewan berevolusi menyesuaikan dengan perubahan lingkungan sehingga dapat bertahan. Di dunia automotif contoh yang menarik adalah mobil Holden. 

Pada akhir tahun 60-an dan awal tahun 70-an mobil produksi Australia ini sangat populer di Indonesia. Mengandalkan kenyamanan, mesin besar dan body yang besar pada masa itu mobil ini mendapatkan pasar yang bagus. 

Tetapi jaman berubah, kenaikan bahan bakar, persaingan dengan merek lain dan pertimbangan praktis maka mobil ini mulai ditinggalkan konsumen. 

Mengapa ditinggalkan ? Karena Holden tidak melakukan adaptasi terhadap perubahan yang telah terjadi. 

Dari dua contoh di atas maka eksistensi sesuatu organisme, lembaga atau suatu perusahaan dapat berlangsung jika mereka melakukan adaptasi, inovasi atau tanggap terhadap perubahan.    

Beberapa perusahaan air minum selama ini selalu berada pada zona nyaman. Hal ini karena air merupakan kebutuhan primer manusia, banyak Perusahaan Air Minum memiliki sumber air baku yang berlimpah dan karena perusahaan daerah maka relatif tidak ada persaingan.  

Tetapi “zona nyaman” ini tidak akan permanen. Perubahan yang sudah mulai terjadi salah satunya adalah ketersedian air baku yang mulai tidak memenuhi dari sisi kualitas, kuantitas dan kontinyuitas.   

Sebagai contoh Perumda Tirtamusi yang selama ini mengandalkan Sungai Musi nampaknya sekarang sungai terbesar di Sumatera ini sudah mengalami perubahan prilaku. 

Dari data beberapa tahun terlihat bahwa fluktuasi Sungai Musi semakin tahun semakin meningkat. Saat musim penghujan muka air sangat tinggi tetapi tingkat kekeruhan juga tinggi. 

Beberapa hari yang lalu Sungai Musi mengalami tingkat kekeruhan tertinggi. Biasanya tingkat kekeruhan adalah sekitar 100 sampai dengan 300 NTU (Nephelometeric Turbidity Unit) meningkat menjadi 4.000 NTU. 

Sedangkan pada musim kemarau muka air sangat surut. Akibatnya pengolahan air selalu menghadapi kendala baik pada musim hujan maupun musim kemarau. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: