Tolak UU PPSK, Pengamat Ekonomi : Pemerintah Seolah Mengambil Hati Buruh Tapi Caranya Mencekik

Tolak UU PPSK, Pengamat Ekonomi : Pemerintah Seolah Mengambil Hati Buruh Tapi Caranya Mencekik

Yan Sulistyo, pengamat ekonomi Sumsel--

Palembang, PALPOS.ID - Terkait Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau PPSK, yakni soal buruh yang menolak pasal uang Jaminan Hari Tua atau JHT karena hanya bisa diambil saat pensiun. 

Tak hanya Perppu Cipta Kerja, kalangan buruh juga menolak Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang UU PPSK tersebut.

Dalam hal ini, salah seorang Pengamat Ekonomi, Yan Sulistyo menanggapi penolakan yang dilakukan oleh para pekerja buruh tersebut.

“Kalau saya sendiri sih prinsipnya, dari cara berpikir Pemerintah membuat Undang-Undang PPSK ini mengacu kepada UU negara lain yang sudah maju, di mana JHT itu benar-benar berfungsi bagi pensiunan pekerja di negara lain,” ujarnya, Rabu 18 Januari 2023.

BACA JUGA:Aturan Baru Perppu Cipta Kerja Libur 1 Hari dalam Seminggu, Ini Tanggapan Pengamat Kebijakan Publik!

Menurutnya, jika Pemerintah mengacu pada apa yang dilakukan negara luar maka hal tersebut tidak cocok dilakukan di Indonesia.

“Tetapi kalau begitu kan kita membandingkan juga apakah tingkat kesejahteraan masyarakat negara kita dengan masyarakat negara maju sama, kan tentu tidak sama,” imbuhnya.

Lebih lanjut kata Yan, jika di negara luar aturan terkait JHT memang benar bermanfaat bagi kehidupan para pensiunan kerja pada masa tua.

“Saya ambil contoh pensiunan negara luar, kan mereka memang hobinya traveling. Nah itu karena sistem keuangan mereka termasuk JHT itu memang benar bermanfaat bagi mereka, kan tidak sama dengan kita,” lanjutnya.

BACA JUGA:FSBSI Muba Tolak Pasal 81 Perppu Cipta Kerja, Ini Alasannya...

Yan mengatakan, jika Pemerintah tidak sadar jika keadaan di Indonesia dengan di luar negeri jelas berbeda.

“Karena gaji tenaga kerja kita juga kan tidak besar seperti negara yang sudah maju, pada prinsipnya yang saya lihat Pemerintah ini mengacu kepada negara-negara yang sudah maju tetapi tidak mengukur baju yang mereka pakai sendiri,” katanya.

Yan menjelaskan, jika yang menjadi perdebatan soal JHT tersebut yakni JHT tersebut diambil dari gaji perbulan pekerja yang mana nominalnya kecil.

“Nah, akhirnya kan menjadi polemik. Polemiknya begini, JHT itu kan dipotong dari persentase gaji yang mereka terima setiap bulan, dan gajinya sendiri kan tahu sendiri tidak besar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: