MUARA ENIM, PALPOS.ID - Pasca Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Palembang mengeluarkan putusan banding Pilwabup Muara Enim yang dilakukan oleh DPRD Kabupaten Muara Enim, menuai banyak tanggapan di masyarakat. Khususnya menyangkut status hukum Ahmad Usmarwi Kaffah sebagai Wakil Bupati dan Plt Bupati Muara Enim pasca putusan tersebut sehingga implikasi hukum dari PT TUN harus menjadi perhatian semua pihak.
Seperti diketahui, proses Pilwabup Muara Enim oleh DPRD Kabupaten Muara Enim telah dipermasalahkan sejak awal oleh berbagai kalangan. Tidak sampai disitu, karena pemilihan dinilai bermasalah, imbasnya penetapan Kaffah sebagai Wakil Bupati Muara Enim, digugat ke PTUN oleh 5 Organisasi LSM (ABRI, PROJO, BRANTAS, SIGAP, dan GASS).
LSM sebagai Penggugat menunjuk para advokat dari Tim Advokasi Pengawal Demokrasi (TAPD) Kabupaten Muara Enim, sebagai kuasa hukum dengan ketuanya Dr Firmansyah SH MH. Sementara pihak Tergugat DPRD Kabupaten Muara Enim, dan pihak Tergugat II Intervensi Ahmad Usmarwi Kaffah yaitu dalam perkara Nomor : 263/G/2022/PTUN.PLG, perkara ini diputus oleh PTUN Palembang pada 20 Februari 2023.
Menariknya, putusan PTUN Palembang ternyata diputus tidak dengan suara bulat atau ada disenting opinion. Dua hakim anggota berpendapat tidak memiliki legal standing, dan hakim ketua berpendapat memiliki legal standing, bahkan dalam pertimbangan hukumnya hakim ketua menyatakan Pilwabup Muara Enim melanggar undang-undang atau tidak sah. Namun, putusan tetap didasarkan suara terbanyak sehingga gugatan tidak dapat diterima (niet on vankelijke verklaard) karena Para Penggugat dianggap tidak memiliki legal standing.
Berangkat dari disenting opinion, lalu Penggugat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Palembang dan dalam putusannya Nomor : 58/B/2023/PT.TUN/PLG, tanggal 4 Mei 2023, membatalkan putusan PTUN Palembang yang dimohonkan banding, dan mengadili sendiri mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya.
Selanjutnya, Majelis Hakim PTTUN: Menyatakan tidak sah Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Muara Enim Nomor 10 Tahun 2022 tanggal 6 September 2022 tentang Penetapan Wakil Bupati Muara Enim Sisa Masa Jabatan Tahun 2018-2023 atas nama Ahmad Usmarwi Kaffah Mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Muara Enim Nomor 10 Tahun 2022 tanggal 6 September 2022 tentang Penetapan Wakil Bupati Muara Enim Sisa Masa Jabatan Tahun 2018-2023 atas nama Ahmad Usmarwi Kaffah, SH. Petikan lengkap putusan tersebut dalam bentuk salinan PDF telah diterima oleh para
pihak melalui akun elektronik masing-masing pada Jumat tanggal 5 Mei 2023.
Dalam pertimbangan hukumnya, PTTUN Palembang sependapat dengan disenting opinion yang memutuskan tindakan Tergugat menerbitkan Surat Keputusan tentang Penetapan Wakil Bupati Muara Enim Sisa Masa Jabatan Tahun 2018-2023 atas nama Ahmad Usmarwi Kaffah SH, bertentangan dengan undang-undang dan Tatib DPRD Kabupaten/Kota, hal ini disebabkan DPRD Kabupaten Muara Enim sudah tidak memiliki kewenangan lagi memilih Wakil Bupati dengan sisa waktu kurang dari 18 bulan.
Pertimbangan hukum inilah kemudian sebagai dasar PTTUN Palembang menjatuhkan putusan yang amarnya seperti tersebut di atas. “Tentu bagi kami, putusan tersebut telah sesuai dengan rasa keadilan masyarakat dan oleh karena itu semua pihak harus menghormati putusan pengadilan,” ujar Praktisi Hukum dan Ketua TAPD Kabupaten Muara Enim Dr Firmansyah SH MH, Minggu (7/5).
Dari perspektif hukum, putusan banding Pilwabup Muara Enim menarik untuk dikaji karena memiliki karakteristik sendiri. Pada tataran normatif dan praktis dapat dikemukakan beberapa implikasi hukumnya, antara lain.
Pertama, Tidak bisa diajukan kasasi. Pada dasarnya terhadap setiap putusan banding dari semua lingkungan peradilan dapat dimintakan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung, kecuali undang-undang menentukan lain. Dalam konteks perkara TUN syarat mengajukan kasasi dibatasi oleh UU No 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, khususnya Pasal 45A ayat (2) huruf c tidak dapat diajukan kasasi, “perkara tata usaha negara yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan”.
DPRD Kabupaten Muara Enim adalah Badan atau Pejabat Pemerintah Daerah yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan dalam lingkup legislatif. Menurut Pasal 1 angka 4 UU Pemda Jo Pasal 364 UU MD3, disebutkan bahwa : “Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah”.
“Sedangkan wewenang DPRD terkait Pilwabup bersifat atributif yang diberikan oleh UU Pilkada, dengan sendirinya produk hukum yang dikeluarkan hanya berlaku di wilayah Kabupaten Muara Enim, tidak berlaku umum,”jelasnya.
Dari aspek ini, kata dia, jelas Surat Keputusan DPRD Kabupaten Muara Enim tentang Penetapan Kaffah sebagai Wakil Bupati Muara Enim Sisa Masa Jabatan Tahun 2018-2023, merupakan Keputusan Tata Usaha Negara di lingkungan legislatif berdasarkan Pasal 87 UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang jangkauan berlakunya di wilayah Kabupaten Muara Enim, dengan demikian termasuk salah satu kriteria perkara yang tidak dapat diajukan kasasi menurut Pasal 45 A ayat (2) huruf c UU No. 5 Tahun 2004.
Kedua, Putusan menjadi berkekuatan hukum tetap (inkrach). Dengan tertutupnya upaya hukum kasasi maka putusan PTTUN Palembang otomatis berkekuatan hukum tetap (inkrach) terhitung sejak putusan itu diucapkan di persidangan dan dapat eksekusi. Apabila tetap mengajukan kasasi, itu adalah hak, tetapi permohonan kasasi akan ditolak Pengadilan Tata Usaha Negara karena tidak memenuhi syarat formal untuk diajukan kasasi dan berkas perkara tidak dikirim ke Mahkamah Agung (vide Pasa 45A ayat 3).
Upaya hukum yang tersedia adalah upaya hukum luar biasa yaitu Peninjuan Kembali (PK), tetapi upaya hukum yang terakhir ini tidak menghalangi eksekusi putusan. “Artinya putusan PTTUN bukan banci, pasal hukumnya jelas,” tegasnya.
Ketiga, semua tindakan yang dilakukan cacat hukum. Bahwa dengan merujuk pada Pasal 45A ayat (2) huruf c UU No 5 Tahun 2004 dan putusan banding menjadi berkekuatan hukum tetap (inkrach), maka implikasi hukum berikutnya semua tindakan dan/atau kebijkan yang dilakukan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten Muara Enim, baik dalam kapasitasnya sebagai Wakil Bupati maupun Plt Bupati, terhitung sejak putusan diucapkan menjadi tidak sah dan cacat secara hukum sehingga tidak wajib dilaksanakan.
Keempat, berpotensi terjadi kekosongan jabatan. Dengan berpedoman bahwa putusan sudah berkekuatan hukum tetap dan untuk mana penetapan Ahmad Usmarwi Kaffah sebagai Wakil Bupati Muara Enim dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan, dengan sendirinya terjadi kekosongan jabatan Bupati dan Wakil Bupati Muara Enim sisa masa jabatan 2018-2023 sampai dengan tanggal 18 September 2023. Hal ini sejalan dengan Pasal 7 ayat (2) huruf l UU No 30 Tahun 2014, “Pejabat Pemerintahan memiliki kewajiban mematuhi putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap”. “Prinsip ini merupakan konsekuensi Indonesia merupakan negara hukum dan semua orang tunduk pada hukum tanpa terkecuali,” jelas Firmansyah.
Harus dimaklumi, bahwa pemicu permasalahan ini adalah ketika gugatan PTUN masih berlangsung, Kaffah dilantik. Ini kan jelas terburu-buru sekalipun dideclear atas nama demokrasi, padahal semua kemungkinan bisa terjadi disebabkan proses hukum masih berjalan. Perlu diketahui, Keputusan Mendagri bersifat deklaratif yaitu hanya berupa “Pengesahan Pengangkatan” saja dan prosesnya itu ada di tingkat DPRD sebagaimana Penjelasan Pasal 54 ayat (1) huruf b UU No 30 Tahun 2014.