KAYUAGUNG,PALPOS.ID - Badan Pusat Statistik Kabupaten Ogan Komering Ilir atau BPS OKI menjelaskan dan mengedukasi tentang 3 cara membaca data statistik terkait trend angka kemiskinan yang ideal, Rabu, 10 Mei 2023.
Kepala BPS OKI, Anugrahani Prasetyo SST MSi mengatakan, penjelasan dan edukasi ini dilakukan karena simpang siurnya informasi mengenai progress angka kemiskinan di Kabupaten OKI.
Adapun ketiga cara yang dimaksud yakni :
1. Tingkat Kemiskinan atau P0.
Cara pertama dengan melihat perbandingan penduduk yang mengeluarkan pendapatan per kapita di bawah garis kemiskinan atau disebut GK.
Sementara GK mencerminkan nilai rupiah pengeluaran minimum yang diperlukan seseorang, seperti kebutuhan makanan atau GKM maupun non-makanan atau GKNM.
GKM dilihat dari kebutuhan seseorang yang disetarakan dengan 2.100 kilo kalori per kapita. Paket harian ini seperti dari jenis bahan baku padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak.
BACA JUGA:Serobot Tanah dan Sempat Prapidkan Penyidik, Aziz Kalam Dilimpahkan Tahap Dua
GKNM merupakan kebutuhan di luar makanan. Hal ini dapat berupa perumahan, sandang, pendidikan, serta kesehatan. Diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
2. P1 atau indeks kedalaman kemiskinan.
Caranya dengan melihat rata-rata selisih pengeluaran per kapita penduduk miskin dengan garis kemiskinan yang terjadi di masyarakat.
Indeks Kedalaman Kemiskinan atau P1 menunjukkan bahwa jika P1 semakin tinggi, maka angka kemiskinan penduduk juga semakin jauh dari rata-rata pengeluaran penduduk per kapita.
Sebaliknya, semakin kecil nilai indeks maka semakin mendekati garis kemiskinan.
BACA JUGA:Balita Tenggelam Asal Kedaton Ditemukan di Tanjung Serang, Begini Kondisinya...
3. Indeks Keparahan Kemiskinan atau P2.
Cara ketiga dengan melihat keparahan kemiskinan dengan kode P2. Hitungannya adalah rata-rata dari kuadrat selisih pengeluaran per kapita penduduk miskin dengan garis kemiskinan.
Dengan begitu, keparahan kemiskinan dapat memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin.
Jika nilai indeks semakin tinggi, semakin tinggi juga ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
"Dalam merilis angka kemiskinan kabupaten kota, BPS melakukan Survei Sosial Ekonomi Nasional atau SUSENAS setiap tahunnya. Pengukuran yang ideal diukur berdasarkan persentase naik-turun angka kemiskinan dibandingkan dengan jumlah penduduk dalam satu wilayah," ungkap Hani.
Ia menambahkan, dalam melihat kemiskinan yang mereka perhatikan adalah persentasenya yang dibandingkan dengan total jumlah penduduk di daerah tersebut, itulah yang menjadi acuan yang objektif.
"Setiap daerah memiliki jumlah penduduk yang berbeda-beda hingga tidak bisa dijadikan acuan penghitungan angka kemiskinan. Kurang tepat bila membandingkan dengan menggunakan indikator pembandingnya dari sisi jumlah penduduk miskinnya saja," tuturnya.
BACA JUGA:Warga Kecele Ida Dayak Tak Datang ke Lubuklinggau, Ada Warga Daerah Tetangga Juga Lho...
Masih kata Hani, sudah pasti Kabupaten Kota dengan jumlah penduduk yang banyak, maka jumlah penduduk miskinnya juga akan banyak. Contohnya Kota Palembang di urutan pertama dan Kabupaten OKI diurutan ke dua.
"Karena kedua daerah ini memiliki jumlah penduduk yang lebih banyak dibanding daerah lain di Sumsel.
Oleh karena itu untuk mengukur kemiskinan dapat dilihat dari tiga indikator tersebut," tutupnya.*