Lama dinanti akhirnya Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan menolak permohonan uji materi pasal dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tetang sistem pemilu proporsional terbuka, yang diajukan PDIP
Dengan ditolaknya permohonan tersebut, maka pemilu 2024 mendatang akan tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ucap hakim ketua Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan, Kamis (15/6).
BACA JUGA:3 Komisioner Bawaslu OKU Yakin Masih Terpilih Lagi
Keputusan itu diambil dengan mempertimbangkan implikasi dan implementasi penyelenggaraan pemilu tidak semata mata disebabkan oleh pemilihan sistem pemilu.
Menurut Hakim Konstitusi, Sadli Isra, setiap sistem pemilu yang digunakan, ada kekurangan yang harus diperbaiki dan disempurnakan tanpa mengubah sistem yang telah ada.
Dikatakan Sadli, menurut mahkamah perbaikan dan penyempurnaan pemilu dapat dilakukan dalam berbagai aspek.
BACA JUGA:Sekjen DPP Partai Gerindra Minta Kader Pertahankan Menangkan Prabowo di Sumsel 2024
Mulai dari budaya politik, kepartaian, perilaku, kesadaran, perilaku pemilih, hingga hak fan kebebasan berekspresi. Semuanya dapat dilakukan penyempurnaan.
Putusan ini diwarnai perbedaan pendapat dari satu hakim yang ada. Dia adalah hakim konstitusi, Arif Hidayat.
Seperti diketahui, permohonan uji materi diajukan pada 14 November 2022.
BACA JUGA:Mantap! Kabupaten Muara Enim Pelopor Penerapan SIPD Online di Indonesia
Saat itu MK menerima permohonan dari lima orang yang keberatan dengan sistem proporsional terbuka. Sementara mereka ingin sistem proporsional tertutup.
Adapun perbedaan antara sistem proporsional terbuka dan proporsional tertutup berbeda pada pemilihan anggota dewan yang akan duduk di parlemen.
Kalau pemilihan tertutup, maka pemilih tidak bisa memilih secara langsung calon anggota legislatif yang mereka suka. Tetapi partai politik yang akan menentukannya.
BACA JUGA:Waduh! Ada Anggaran ‘Kosong’ Pada APBD DKI Jakarta Rp7 Triliun, Katar Desak Penjabat Gubernur Bertindak
Sedangkan kalai pemilihan secara langsung, pemilih dapat memilih secara langsung caleg yang menurut mereka cocok untuk jadi wakilnya di parlemen.
Para pemohon terdiri dari Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP cabang Banyuwangi); Yuwono Pintadi; Fahrurrozi (Bacaleg 2024); Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jakarta Selatan); Riyanto (warga Pekalongan); dan Nono Marijono (warga Depok). Mereka memilih pengacara dari kantor hukum Din Law Group sebagai kuasa.
Dari seluruh paprol di DPR, hanya PDIP yang ingin sistem proporsional tertutup diterapkan. Sementara parpol lainnya meminta agar MK tidak mengubah sistem pemilu.
BACA JUGA:Banyak Bacaleg Curi Start, Bawaslu Lubuklinggau Tegaskan Hal Ini
Mayoritas partai politik menegaskan sistem pemungutan suara yang dipakai dalam pemilu adalah kewenangan pembuat undang-undang yakni presiden dan DPR. Karena itu, mereka merasa MK tidak berwenang untuk mengubahnya lewat putusan uji materi.*