Setiap kegiatan di kampung ini, mulai dari panen sagu hingga upacara adat, melibatkan partisipasi dan dukungan dari seluruh komunitas.
Budaya gotong-royong menjadi landasan bagi kehidupan mereka, di mana setiap warga saling membantu dan berbagi dalam suka dan duka.
Dalam beberapa tahun terakhir, ada upaya dari beberapa pihak untuk membantu meningkatkan kualitas hidup warga Kampung Digi.
Sebuah lembaga swadaya masyarakat lokal bersama pemerintah setempat telah memberikan bantuan untuk meningkatkan infrastruktur dan fasilitas di kampung ini.
Misalnya, upaya membangun akses jalan yang lebih baik untuk memperlancar aksesibilitas.
Sejumlah tenaga pengajar sukarelawan juga turut membantu memberikan pendidikan bagi anak-anak di kampung ini.
Meskipun tantangan masih ada, langkah-langkah ini menjadi titik terang bagi masa depan Kampung Digi yang lebih baik.
Di tengah keterbatasan dan isolasi, warga kampung ini tetap kuat dan teguh, menjaga warisan budaya dan adat istiadat mereka dengan bangga
Uniknya Kampung Digi ini belum terdaftar dalam administrasi pemerintahan.
Selain itu, namanya pun tidak tercatat dalam peta Indonesia.
Warganya baru tahu jika mereka itu ternyata rakyat Indonesia setelah ditemukan oleh prajurit Batalyon Infantri Raider/700 Kodam VII/Wirabuana, beberapa waktu lalu.
Penemuan kampung di pelosok Papua ini, saat anggota Batalyon Infantri Raider/700 melakukan patroli patok batas yang berada di sekitar Pegunungan Bintang.
Kampung Digi ini temukan 16 prajurit yang dipimpin Lettu Kurdi.
Mereka adalah sebagian dari prajurit yang sementara bertugas melaksanakan pengamanan patok batas (Pamtas) wilayah Republik Indonesia dengan Papua Nugini.
Letkol Infanteri Horas Sitinjak, selaku Komandan Satuan Tugas (Dansatgas) saat itu, mengatakan ditemukannya sebuah kampung terisolir yang namanya tidak ada dalam peta, namun masuk wilayah Indonesia yakni berada pada titik koordinat 9732-2580.
Warga Kampung Digi sangat membutuhkan infrastruktur utamanya jalan.