Pada titik inilah, Islam pertama kali menyentuh bumi Nusantara, membawa bersamaan nilai-nilai agama, budaya, dan peradaban yang kaya.
Tugu ini bukan hanya sekadar simbol fisik, tetapi juga mengandung makna mendalam yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini serta menginspirasi masa depan.
Daerah Barus setingkat kecamatan yang berlokasi di daerah perbatasan Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Jauh dari pusat keramaian kota, seolah tidak ada yang istimewa dari daerah ini.
Padahal dalam sejarah perdagangan internasional, Barus termasuk salah satu kota perdagangan kuno dunia.
Kota yang dikenal di Asia, setidaknya sejak abad ke-6 M. Bahkan namanya sudah menjangkau Eropa.
Nama Barus dalam catatan sejarah kerap disebut dengan beberapa nama asing.
Sebut saja, nama 'Pancur', yang dalam bahasa Arab dikenal dengan nama 'Fansur'. Dalam
karya geografis Ptolemaus tercatat lima pulau yang dinamakan 'Barousai', nama yang dikaitkan dengan Barus oleh beberapa sejarawan.
Barus sebagai nama penyebutan tercatat disebut dalam kitab Nagarakretagama karya Mpu Tantular.
Dalam kitab Nagarakertagama, secara jelas menyebut nama Barus.
Di mana, daerah Barus ini berhasil dikuasai Kerajaan Majapahit sehingga menjadi wilayah kekuasaan kerajaan bercorak Hindu terbesar itu.
Daerah ini juga tercatat dalam sejarah Dinasti Lang, raja-raja Cina Selatan yang memerintah pada abad ke-6 M. Tercatat dalam sumber-sumber Tiongkok pada masa Dinasti Tang.
Setelah abad ke-6 M, nama Barus lalu-lalang disebut dalam berbagai catatan sejarah, terutama terkait dengan perdagangan di Nusantara.
Wilayah Nusantara yang dikenal sebagai produsen kamper tak lain adalah Barus.
Namun, selain Barus, kamper juga ditemukan di bagian utara Sumatera, Kalimantan, dan di selatan Semenanjung Malaysia.
Satu hal yang tak terbantahkan, berdasarkan catatan sejarah yang ada, Barus memang dikenal sebagai kota pelabuhan perdagangan internasional, pengekspor kamper yang dibawa dari wilayah pedalaman Barus.