Hal ini mengindikasikan bahwa China mungkin telah memasuki fase baru dalam pengembangan dan operasionalisasi ALBM ini.
Penggunaan H-6K, pesawat yang telah lama menjadi tulang punggung kekuatan pemboman strategis China, dalam peluncuran ALBM ini, menunjukkan adaptasi terbaru dari pesawat lama yang telah di-upgrade untuk mengakomodasi kemampuan militer yang lebih modern.
Xi'an H-6K, yang merupakan adaptasi dari bomber Soviet Tu-16, telah beberapa kali menjalani modifikasi untuk memperluas rentang dan kapabilitasnya dalam menghadapi tantangan pertahanan terkini.
BACA JUGA:Sukhoi Su-75: Pemecah Kebuntuan atau Hanya Fantasi Penerbangan Rusia?
BACA JUGA:Cerita Persahabatan Abadi Prabowo dan Raja Abdullah II
Pengembangan dan implementasi KD-21 oleh China adalah sebuah langkah penting dalam konteks persaingan militer global, terutama dalam situasi di mana negara-negara lain juga secara intensif mengembangkan teknologi serupa.
Keberhasilan dalam mengoperasikan ALBM seperti KD-21 tidak hanya memperkuat posisi strategis China, tetapi juga menempatkan negara ini dalam posisi yang lebih baik dalam negosiasi geopolitik dan stabilitas regional di masa depan.
Kemunculan dan pengoperasian rudal semacam ini tentunya akan mengundang pertimbangan dan mungkin juga keprihatinan dari negara-negara lain, terutama yang berada dalam jangkauan kapabilitas baru yang dimiliki oleh China.
BACA JUGA:Cerita di Balik KC-130B Hercules A-1309 Pertama Indonesia dan Skadron Udara 32 TNI AU
BACA JUGA:Inovasi Baru dari Tanah Air: Senjata Lawan Tank (SLT) Buatan PT Dahana dan PT Hariff DTE
Ini juga memperlihatkan pentingnya diplomasi dan kontrol senjata dalam menjaga keseimbangan kekuatan untuk menghindari eskalasi konflik yang tidak diinginkan.
Sebagai kesimpulan, peluncuran ALBM KD-21 oleh PLAAF menandai era baru dalam modernisasi militer China.
Dengan kemampuan serangan yang diperluas dan lebih cepat, China tidak hanya meningkatkan daya tahan militer, tetapi juga mengatur ulang dinamika kekuatan dan pengaruhnya di panggung dunia.***