Hal ini memaksa Dasco untuk menunda rapat paripurna dan menjadwalkan ulang melalui Badan Musyawarah DPR.
“Karena kuorum tidak tercapai, kita akan menjadwalkan kembali rapat paripurna setelah melalui rapat Badan Musyawarah,” jelas Dasco, didampingi oleh pimpinan DPR lainnya, Lodewijk Freidrich Paulus dan Rachmat Gobel.
BACA JUGA:MKMK Tegaskan Baleg DPR Membangkang Putusan MK Terkait UU Pilkada: Sebuah Krisis Konstitusi
BACA JUGA:Putusan MK Guncang Koalisi Parpol, Pengamat : Pertarungan Politik Beralih ke Basis Elektoral
Mengapa Putusan Mahkamah Konstitusi Menjadi Kunci?
Penundaan pengesahan RUU Pilkada ini menimbulkan berbagai spekulasi dan kekhawatiran di kalangan publik dan politisi.
Namun, Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa putusan mereka tetap sah dan berlaku meskipun DPR belum merevisi UU Pilkada 2016.
Fajar Laksono, Juru Bicara MK, menegaskan bahwa putusan MK, yang setara dengan undang-undang, otomatis menjadi bagian dari UU Pilkada yang berlaku.
“Membacanya itu, dengan menjadikan UU Pilkada (UU 10/2016) yang sudah diuji konstitusionalitasnya, atau yang dinyatakan konstitusionalitasnya dengan putusan MK,” kata Fajar.
BACA JUGA:Pemkab Muba - Pemprov Sumsel Sinergi Bangun dan Kembangkan Potensi Daerah
Hal ini berarti bahwa UU Pilkada yang ada saat ini sudah diperbarui secara konstitusional melalui putusan MK, meskipun revisinya belum disahkan oleh DPR.
Putusan MK 60/2024 mengubah bunyi Pasal 40 UU Pilkada 2016 terkait ambang batas minimal bagi partai politik atau gabungan partai untuk mengusung calon kepala daerah.
Sementara itu, putusan MK 70/2024 mengubah ketentuan Pasal 7 terkait batas usia calon kepala daerah pada saat pendaftaran.
Dengan demikian, ketentuan-ketentuan ini menjadi acuan dalam pelaksanaan Pilkada, meskipun revisi undang-undangnya belum disahkan.
BACA JUGA:Buntut Putusan MK: Pemerintah dan DPR Bersiap Revisi UU Pilkada, Ada Apa di Balik Langkah Ini?