MUARA ENIM, PALPOS.ID - Sekitar 50 orang perwakilan Warga Desa Darmo, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, mengadukan nasibnya ke Komisi I DPRD Muara Enim.
Pasalnya, sudah sekitar dua tahun masalah ganti rugi lahan/kebun milik warga belum ada kejelasan dari PT Bukit Asam (PTBA) sehingga meresahkan warga karena pihak perusahaan sudah mulai melakukan kegiatan di sekitar lahan kebun milik warga.
"Kami ini hanya perwakilan saja, sedangkan yang akan terdampak oleh proyek PTBA tersebut ratusan KK.
Kalau tidak salah sekitar 300 lebih KK yang akan terdampak, hampir sebagian wilayah Desa Darmo akan habis dijadikan lahan tambang PTBA," tegas Sulbahri sebagai juru bicara masyarakat Desa Darmo di depan Komisi I DPRD Muara Enim di gedung DPRD Kabupaten Muara Enim, Senin 3 Februari 2025.
BACA JUGA:Pembelian Gas di Pangkalan Bisa Kendalikan Harga
BACA JUGA:Kontrol Pekarangan untuk Ketahanan Pangan
Menurut Sulbahri yang didampingi Ketua BPD Desa Darmo Herlanudin dan warga lainnya, bahwa permasalahan rencana ganti rugi lahan/kebun milik warga Desa Darmo tepatnya di wilayah Bangko Tengah Blok B wilayah Desa Darmo, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim ini sudah mulai dibahas pada tahun 2023 lalu.
Semenjak itu, kata dia, sudah beberapa kali diadakan pertemuan antara warga dan pihak PTBA membahas masalah ganti rugi, tali asih dan sebagainya. Namun sampai saat ini, permasalahan ganti rugi tersebut belum ada kejelasan sehingga terkesa digantung oleh PTBA.
"Kami sudah sepakat mau ganti rugi bukan tali asih atau semacamnya dengan mengacu kepada Pergub Sumsel No 40 Tahun 2017 dan aturan-aturan yang berlaku lainnnya," tukasnya.
Lanjut Sulbahri, lahan dan kebun tersebut adalah sumber utama mata pencarian masyarakat yang telah di usahakan secara terus menerus dan turun menurun.
BACA JUGA:Pj Bupati Minta OPD Efisiensi Anggaran dan Fokus Program Prioritas
Masyarakat pemilik lahan dan kebun sangat mendukung dengan adanya Proyek CHF TLS 6 dan 7 di Bangko Tengah Blok B wilayah Desa Darmo, namun kami jangan dirugikan.
Oleh karena itu, lanjutnyq, sebelum adanya kesepakatan ganti rugi yang layak dan adil, pihak PTBA untuk menghentikan sementara seluruh kegiatan pengukuran lahan, inventarisasi Tanam Tumbuh dan kain-lain di lahan dan Kebun milik masyarakat.
"Kami menolak undangan negoisiasi di kantor pengadaan tanah PTBA karena selalu berubah-ubah dan warga cenderung tertekan serta merugikan kami. Kami minta ganti rugi transfaran dan sesuai aturan," ujarnya.