Mengenai masalah katanya lahan kebun kami masuk dalam kawasan hutan, lanjut Subahri, itu sepertinya sepihak dilakukan oleh pemerintah (kehutanan,red).
Sebab selama ini, sebelum Indonesia Merdeka secara turun temurun kami telah mengelola lahan tersebut dan tidak ada masalah.
Apalagi hutan tersebut masuk ke dalam hutan adat kami yang juga diakui oleh negara. Untuk itu, meski telah diputuskan untuk ganti rugi tersebut akan mengacu kepada Perpres 78 Tahun 2023, kami tetap ingin melihat besaran ganti rugi tersebut apakah manusiawi atau tidak.
"Kami juga bingung, setelah ganti rugi kami mau bertani dimana lagi, sedangkan itu adalah penghidupan kami selama ini," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Asisten Perdata Negara (Asdatun) Kejati Sumsel Rachmad Vidianto dan Fauzi dari Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP) RI Perwakilan Sumatera Selatan maupun Kajari Muara Enim Rudi Iskandar, mengatakan bahwa
setelah melalui kajian mereka
selaku pengawal keuangan negara, telah memberikan masukan kepada PTBA untuk melakukan ganti rugi yang mengacu kepada Perpres No 78 tahun 2023 bukan Pergub No 40 tahun 2017.
Sebab pihaknya menilai lahan yang digunakan oleh masyarakat ternyata masuk dalam kawasan hutan yang berarti milik negara, yang secara tidak langsung masyarakat yang menggunakannya adalah ilegal.
"Jadi kami meminta PTBA jangan sampai salah mengambil keputusan karena bisa merugikan negara yang dianggap juga korupsi," pungkasnya.
Perwakilan PTBA yakni Aswan PV Layanan Operasi, mengatakan bahwa untuk saat ini pihaknya belum bisa memutuskan untuk masalah ganti rugi tersebut sebab hasil rapat ini akan dilaporkan dahulu ke pimpinan.
Namun pihaknya berjanji akan secepatnya menyelesaikan permasalahan ini.
"Kami juga takut salah dan menyalahi aturan. Kami tidak ingin tersandung masalah ini dikemudian hari," pungkasnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Muara Enim Deddy Arianto, meminta kepada masyarakat untuk sepakat dalam ganti rugi ini mengacu kepada Perpres No 78 Tahun 2023.
Kemudian kepada PTBA untuk secepatnya mengambil keputusan dan tidak berlarut-larut yang tetap mengutamakan musyawarah dan mufakat.
Seperti diberitakan sebelumnya, bahwa warga Desa Darmo, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, mengadukan nasibnya ke Komisi I DPRD Muara Enim.
Pasalnya, sudah sekitar dua tahun masalah ganti rugi lahan/kebun milik warga belum ada kejelasan dari PT Bukit Asam (PTBA) sehingga meresahkan warga karena pihak perusahaan sudah mulai melakukan kegiatan di sekitar lahan kebun milik warga.*