Kondisi ini menyakitkan bagi pemain yang pernah menjadi ikon perubahan.
BACA JUGA:4 Pesepakbola Belanda Resmi menjadi Pertiwi untuk Timnas Putri Garuda
BACA JUGA:Erick Thohir Siap Benahi Timnas Indonesia Usai Kekalahan Telak dari Jepang
Kini di usia 25 tahun, Asnawi harus berjuang ekstra keras untuk sekadar menembus 23 besar.
Persaingan ketat di posisi bek kanan dengan nama-nama muda seperti Sandy Walsh dan Justin Hubner membuat jalannya semakin terjal.
Nasib serupa juga menimpa Rafael Struick.
Penyerang naturalisasi ini dulunya adalah kunci lini depan Timnas di bawah Shin Tae-yong.
Ia sering dimainkan sebagai false nine atau sayap dalam strategi menekan tinggi dan permainan cepat khas STY.
Struick mencatat banyak penampilan penting di Kualifikasi Piala Dunia dan Piala Asia.
Namun, di era Kluivert, perannya nyaris tak terlihat.
Dari empat pertandingan awal, Struick hanya sekali dimainkan.
Pemain seperti Marselino Ferdinan, Egy Maulana Vikri, dan Ragnar Oratmangoen kini lebih dipercaya mengisi lini depan.
Pelatih Kluivert tampaknya menginginkan lini depan yang lebih agresif dan dinamis, dengan penekanan pada penyelesaian akhir yang tajam.
Struick dinilai belum memenuhi ekspektasi tersebut.
Ketajamannya dianggap kurang konsisten, dan ia perlu meningkatkan kontribusi langsung ke gawang lawan.
Meski demikian, harapan belum sepenuhnya pupus.