Lebih lanjut, Prof. Tan menilai bukan hanya penjamah makanan yang perlu disertifikasi, tetapi juga food inspector.
Dinas Kesehatan, menurutnya, bisa bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk melaksanakan pelatihan dan sertifikasi dengan materi yang tidak hanya soal regulasi, tetapi juga praktik lapangan.
“Materinya harus menggabungkan ilmu, regulasi, serta dokumentasi nyata dari lapangan. Dengan begitu, kita bisa mencegah terulangnya kasus keracunan massal,” ujarnya.
Lebih jauh, Prof Tan menekankan bahwa urusan penjamah makanan ini tidak bisa dilepaskan dari peran Puskesmas.
“Bagaimana caranya menetapkan seseorang fit atau tidak sebagai penjamah makanan, itu bisa difasilitasi Puskesmas. Kadinkes bersama Puskesmas mungkin bisa membuat forum khusus, misalnya lewat Zoom Meeting untuk merumuskan SOP yang jelas. SOP ini harus tertulis, agar jika suatu saat terjadi litigasi atau tindakan hukum, kita punya landasan yang kuat,” ungkapnya.
Pernyataan ini menegaskan bahwa penjaminan kualitas penjamah makanan bukan sekadar teknis, melainkan menyangkut aspek kebijakan, legalitas, dan tanggung jawab pemerintah daerah melalui perangkat kesehatannya.**