Mulai dari memasak ketan, menyiapkan isi ayam suwir, hingga membungkus satu per satu dengan daun pisang.
Aroma daun pisang yang dibakar sedikit sebelum digunakan pun memberi cita rasa khas yang tak tergantikan oleh plastik.
Meski tetap populer, lemper menghadapi tantangan dari sisi produksi massal dan selera pasar yang berubah cepat.
Beberapa produsen mulai menggunakan bahan pengawet agar lemper tahan lama, namun hal ini memunculkan kekhawatiran dari segi kesehatan dan keaslian rasa.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mencanangkan program "Warisan Rasa" yang salah satu tujuannya adalah melestarikan kuliner tradisional, termasuk lemper.
Program ini memberikan pelatihan bagi pelaku UMKM kuliner tradisional agar tetap kompetitif di era digital dan globalisasi.
“Kami ingin lemper dan makanan tradisional lainnya tetap menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” kata Sandiaga Uno, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dalam pernyataan resminya.
Lemper adalah bukti bahwa kuliner tradisional tidak lekang oleh waktu. Dengan rasa yang autentik, filosofi yang mendalam, dan kemampuan beradaptasi dengan zaman, lemper layak disebut sebagai salah satu ikon kuliner Nusantara.
Dari pasar tradisional hingga etalase modern, dari dapur nenek hingga bisnis daring, lemper terus mengikat hati masyarakat Indonesia—selekat ketan yang menyatukan rasa dan budaya.