Pertamina EP Adera Field dan PHR Zona 4 Kembangkan Program PERMATA, Angkat Ekonomi Warga Desa Pengabuan PALI
Program PERMATA berhasil mengangkat kesejahteraan masyarakat Desa Pengabuan melalui inovasi pertanian, pengelolaan limbah, dan pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas.-Foto:dokumen palpos-
Selain itu, limbah organik lainnya diolah menjadi pupuk organik dan Mikro Organisme Lokal (MOL), yang membantu memperbaiki kesuburan tanah dan menekan biaya produksi petani.
Pemanfaatan energi alternatif juga menjadi bagian dari transformasi ini. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) skala kecil membantu memenuhi kebutuhan listrik untuk fasilitas pengering, penerangan gudang, dan kegiatan produksi tanpa bergantung pada energi fosil.
BACA JUGA:Kasus Flu dan Demam di Prabumulih Naik 30 Persen, Dinkes Imbau Warga Waspadai Cuaca Panas Ekstrem
“Dengan teknologi sederhana namun efisien ini, masyarakat dapat menghemat biaya operasional dan sekaligus mendukung komitmen kami terhadap pengurangan emisi karbon,” tambah Iwan.
Program PERMATA juga membuka ruang luas bagi peran perempuan desa melalui Kelompok Wanita Tani (KWT) Selaras Alam, yang dipimpin oleh Herawati.
Kelompok ini mengembangkan tanaman obat keluarga (TOGA) seperti jahe, temulawak, kunyit, dan kencur yang kemudian diolah menjadi produk herbal siap konsumsi.
Produk-produk hasil olahan KWT telah memiliki legalitas Nomor Induk Berusaha (NIB), PIRT, dan sertifikasi halal, menjadikannya layak dipasarkan di berbagai kanal penjualan.
Tak hanya itu, KWT juga mendapatkan pelatihan tentang pengemasan, pemasaran digital, dan strategi branding, bekerja sama dengan UMKM lokal serta instansi pemerintah daerah.
Dampaknya signifikan, Volume penjualan produk herbal meningkat hingga 35% setelah kelompok mengikuti pelatihan tersebut.
Pendapatan gabungan KWT Selaras Alam dan Kelompok Tani Barokah kini mencapai sekitar Rp 20,4 juta per bulan.
Efisiensi menjadi kunci keberhasilan program PERMATA. Melalui penerapan teknologi Dry House berbasis briket jerami, waktu pengeringan hasil panen yang sebelumnya membutuhkan 9–12 hari kini hanya memakan waktu 1–2 jam saja.
Suhu pengeringan yang stabil di kisaran 50º–60ºC memungkinkan kadar air gabah dikontrol hingga 10%, sesuai standar kualitas nasional. Efisiensi ini turut meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani secara signifikan.
“Dulu penghasilan petani rata-rata hanya Rp 400.000–Rp 500.000 per bulan. Sekarang bisa mencapai Rp 3,4 juta lebih per bulan,” jelas Iwan Ridwan Faizal.
Dampak sosial-ekonomi dari program ini pun sangat terasa. Dari total anggota yang terlibat, 44 orang mengalami peningkatan pendapatan, 12 warga berhasil keluar dari garis kemiskinan, dan 36 produk lokal kini telah memiliki legalitas dan siap bersaing di pasar lebih luas.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:


