Pembahasan Ganti Rugi Lahan Belum Ada Kesepakatan

Pembahasan Ganti Rugi Lahan Belum Ada Kesepakatan

MUARA ENIM, PALPOS.ID - Terkait dugaan adanya limbah PT Bara Anugeras Sejahtera (BAS) di lahan milik Syahril warga Pulau Panggung Enim, yang terletak di ataran Lubuk Jungut, Desa Pulau Panggung, Kecamatan Tanjung Agung.

Terkait permasalahan tersebut Pemerintah Daerah Kabupaten Muara Enim, menggelar rapat penyelesaian ganti rugi lahan dan dampak limbah terhadap lahan milik warga tersebut, di ruang Rapat Serasan Sekundang, Muara Enim, Selasa (28/6).

Namun, dari hasil rapat tersebut, belum ada kesepakatan antara warga dengan PT BAS.

Dalam rapat tersebut, Asisten Perekonomian dan Pembangunan diwakili oleh Kepala Bagian Pembangunan, Kadin Lingkungan Hidup, Kabag Perekonomian dan SDA, Camat Tanjung Agung, Kades Pulau Panggung dan Humas PT BAS bersama Kuasa Hukum.

Kabag Pembangunan, Sobirin memimpin rapat tersebut dengan memaparkan kronologi singkat yang menjadi latar belakang pertemuan ini, bahwa sebelumnya antara PT BAS dan Syahril (Pemilik Kebun) telah ada negoisasi tentang ganti rugi lahan kebun yang diduga rusak karena limbah PT BAS.

Berdasarkan keterangan, kedua belah pihak belum menemui titik terang atas negoisasi yang ada, karena dari harga yang dikehendaki saudara Syahril senilai Rp500 ribu per meter, PT BAS hanya menyanggupi Rp75 ribu per meternya.

Sementara itu, Syahril mengatakan, pihaknya sudah terkena dampak limbah tersebut sudah sejak 2011 lalu, kurang lebih 10 tahun lamanya, sehingga lahan kebun miliknya, menjadi rusak dan tanaman yang ada di sana mati.

Dijelaskan Syahril, bahwa kebun miliknya kurang lebih seluas 18.095,40 m² dengan lahan yang terdampak sekitar 9000 m². Sedikitnya dari upaya negoisasi ini sudah ada tujuh kali pertemuan yang belum membuahkan hasil.

Tahun 2021 lalu, pihaknya sudah berkirim surat, terkait lahan kebunnya yang diduga terkena limbah lumpur dari PT BAS yang mana disana banyak pohon pedaro yang mati dan jalan yang sudah longsor ke area persawahan.

“Rincian kerugian ganti rugi tanah dan kerugian tanam tumbuh, luas sawah 9000 m², Pedaro 200 batang, Dammar 50 Batang, Manggis 50 Batang, Duku 10 Batang, Nangka 15 batang, Durian 8 batang, Mangga 5 batang, Kapahyang 5 Batang, Rambutan 14 batang, sementara lainnya sekitar 43 batang, ini kami minta ganti rugi tanam tumbuh selama 9 tahun,” bebernya.

Tentunya ganti kerugian tanam tumbuh dengan ganti rugi lahan ini harus ditotalkan, dirinya menuntut perusahaan untuk membayar ganti rugi lahan dengan penawaran sebesar Rp500 ribu permeternya. “Saya belum terima keputusan rapat hari ini, karena jelas-jelas dalam hal ini kebun saya terkena dampak limbah PT BAS dan itu harus digani rugi,” tegasnya.

Sementara, salah satu peserta rapat lainnya yang hadir, Afriansyah menambahkan bahwa PT BAS, sudah melakukan pencemaran lingkungan ke Sungai  Enim. “Jadi dalam perkara ini ada dua hal yang menjadi pembahasan yaitu ganti rugi lahan dan dampak limbah PT BAS terhadap lingkungan sekitar,” ujarnya.

Sementara itu, menanggapi adanya tuntutan tersebut, Humas PT BAS H Akwam menyampaikan, bahwa dirinya menampik bahwa PT BAS sudah melakukan operasi selama 10 tahun di sana, karena sepengetahuannya dirinya masuk bergabung barulah sejak 2015, jadi kemungkinan bisa saja lahan yang dimaksud diakibatkan hal lain.

“Selain itu, untuk ganti rugi yang diminta pak Syahril senilai Rp500 ribu dengan kesepakatan keluarga tidak bisa kurang dari Rp350 ribu permeternya itu. Sebelum  kesini (Menghadiri rapat, red) kami sudah melakukan koordinasi dengan kesanggupan ganti rugi, sebagaimana yang sudah disampaikan,” katanya.

Menanggapi persoalan adanya limbah, kata Akwam, sangat disayangkan pihaknya tidak membawa orang yang berkompeten untuk menjelaskan persoalan limbah tersebut, “Kebetulan HSE perusahaan tidak ikut, karena ini persoalan ganti rugi lahan, bukan limbah,” pungkasnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: