Tim Kuasa Hukum Arya Akan Lanjut Melapor ke Komnas HAM

Tim Kuasa Hukum Arya Akan Lanjut Melapor ke Komnas HAM

Tim kuasa hukum Arya Lesmana Putra memberikan keterangan kepada media dalam jumpa pers, Jumat (07/10)-FOTO : ADETIA - PALPOS-

PALEMBANG, PALPOS.ID - Kasus penganiayaan dan pelecehan seksual yang dialami Arya Lesmana Putera (19), salah seorang mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang terus bergulir.

Rencananya tim kuasa hukum Arya dari kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Sumsel Berkeadilan akan melapor ke Komnas HAM.

‘’Kami dapat kuasa langsung dari Arya dan ayahnya dalam proses pelaporan serta pendampingan yang tercantum pada  4 Oktober 2022,” ujar Sigit Muhaimin, salah satu tim kuasa hukum.

BACA JUGA : Bikin Bergidik ! Arya Beber Kronologis Penganiayaan Dirinya

Sigit mengatakan, jika sebelum terjadinya pengeroyokan ternyata banyak ditemukan selebaran pamflet yang dibuat UKMK Litbang untuk menarik calon mahasiswa baru agar mengikuti UKMK tersebut.

“Sebelum terjadinya peristiwa yang diduga pengeroyokan secara bersama-sama ini, ditemukan selebatan pamflet yang bertuliskan HTM sebesar Rp. 300 ribu. Mahasiswa juga akan mendapat makan tiga kali sehari, pengalaman penelitian, penginapan selama empat hari tiga malam, jaminan kesehatan, transportasi, program pendidikan dasar, alat tulis, ilmu pengetahuan dan relasi,” ungkap Sigit.

Selain itu, pihaknya juga berhasil menemukan bukti pembayaran berupa kuitansi dari salah seorang peserta senilai Rp. 300 ribu dengan tujuan diksar UKMK Litbang di Bangka Belitung.

“Klien kita ini juga salah satu panitia diksar tersebut, jadi pasti dia mengetahui informasi yang berhubungan dengan pelaksanaan diksar. Para peserta juga diminta untuk membawa sembako seperti beras, sarden, telur, dan masih banyak lagi,” beber Sigit.

BACA JUGA : Rektor UIN Belum Putuskan Sanksi kepada 10 Mahasiswa Terduga Pelaku Penganiayaan, Ini Alasannya

Lebih lanjut Sigit mengatakan,  pihaknya menduga jika kasus tersebut sebenarnya bukanlah karena penghianatan, melainkan pungutan liar (pungli).

“Jadi berawal dari situlah klien kita mendapatkan informasi tersebut, karena tidak sesuai jadi kami duga kuat sebenarnya ini jatuhnya bukan penghianatan akan tetapi pungli. Dan ini kami sudah memegang data yang sudah kami kumpulkan sebagai barang bukti,” katanya.

Sigit berkata, dari kecurigaan kliennya itulah pengeroyokan itu terjadi.

“Klien saya curiga, jadi dia sampaikan  kepada temannya melalui pesan. Nah dari situlah akhirnya pengeroyokan  terjadi,” kata Sigit lagi.

Sigit juga mengungkapkan, saat kliennya dirawat dua hari di rumah sakit Hermina Jakabaring, terduga pelaku mengingkari janji untuk bertanggungjawab membiayai semua pengobotan.

“Klien saya sebelumnya memang sudah membuat surat perjanjian damai. Dalam surat tersebut ada 4 poin dan salah satunya akan membiayai pengobatan klien kami. Nyatanya sampai detik ini mereka tidak ada itikad baik menemui apalagi membayar tagihan RS tersebut sebesar lebih kurang Rp. 7.800.000 ribu,” ungkapnya.

Sigit menjelaskan, sebelumnya klien dan pihak keluarga mau berdamai dikarenakan diancam akan dilaporkan balik oleh pelaku atas UU ITE.

“Klien kami ini tidak mengerti, mereka mengancam akan melaporkan balik atas UU ITE. Makanya sempat mau saja diajak berdamai. Tapi akhirnya setelah mendengar kronologi yang klien kami ceritakan, kami putuskan untuk melanjutkan hal tersebut ke Polda Sumsel,” jelasnya.

“Kami langsung membuat laporan ke SPKT Polda Sumsel pada  4 Oktober 2022 lalu, isinya tentang atensi permohonan kepastian hukum,” terangnya.

Setelah itu, Sigit dan tim kuasa hukum lainnya akan membawa hal tersebut juga ke Komnas HAM pada Senin  (10/10) nanti.

“Kami akan melibatkan lembaga luar juga ya, karena kasus yang dialami klien kami ini tidak hanya penganiayaan. Akan tetapi ada juga unsur pelecehan seksual, karena klien kami ini pada saat kejadian ditelanjangi, diikat di pohon, dan diperlakukan di depan panitia wanita,” tegasnya.

“Kita kita juga akan meminta perlindungan saksi yakni LPSK, jadi akan melibatkan lembaga tersebut untuk mengakomodir dan menjaga kesaksian-kesaksian korban,” tambahnya.

Sementara  di tempat yang sama, Prengki yang juga tim kuasa hukum Arya menyatakan, bahwa sikap yang telah disampaikan oleh Rektor UIN Raden Fatah Palembang saat konferensi pers  6 Oktober 2022  tidak tegas.

“Tentu hal ini sangat menciderai hati dan perasaan keluarga korban, karena kata ‘penghianatan’ tersebut tidak tepat jika dilontarkan kepada klien kami. Sudah jelas bahwasannya dalam diksar tersebut ada pungli, dan itu melibatkan kampus. Seharusnya Rektor mendukung sikap dan tindakan klien kami yang sudah membocorkan hal itu,” tegas Prengki.

Masih dikatakan Prengki,  dampak yang diterima oleh kliennya saat ini adalah rasa malu dan terpukul.

“Apakah pantas dunia pendidikan ada hal macam itu ? Mahasiswa harusnya menggunakan intelektualnya bukan asal main fisik. Ini pelatihan untuk menunjukan bakat, tapi malah seperti pelatihan pengamanan saja,” pungkasnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: