Pasangan Pilpres Tergantung Restu ‘Pemilik’ Partai

Selasa 09-08-2022,10:52 WIB
Editor : Bambang

JAKARTA, PALPOS.ID – Jadwal Pemilihan Presiden (Pilpres) masih dua tahun lagi. Namun, gaung pemilihan orang nomor satu di Indonesia itu sudah mulai heboh dimana-mana.

Bahkan, Partai Politik (Parpol) sudah pasang kuda-kuda. Atau sudah mulai menjajaki kemungkinan koalisi antara parpol satu dan parpol lainnya.

Ada juga Parpol dengan ‘Pemilik’ atau owner keluarga, juga dibuat gamang untuk menentukan capres-cawapres yang akan diusung.

Karena parpol tersebut dilema, apakah akan mengusung keluarga sendiri atau harus mengusung figur lain di luar kader partai.

BACA JUGA:KPU OKU Akan Lakukan Verifikasi Faktual Parpol

Sebagai contoh Parpol dengan ‘Pemilik’ atau pendiri keluarga sendiri, yakni PDIP, Partai Demokrat, Partai Nasdem, Partai Gerindra, dan beberapa partai yang lainnya.

Di PDIP, ada Puan Maharani yang merupakan putri dari Megawati Soekarnoputri (ketua umum). Di Demokrat ada Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), putra sulung Susilo Bambang Yudhoyono (pembina).

Dari sejumlah figur yang mencuat, bahkan ada yang mulai disimulasikan, meski itu hanya "percobaan" untuk mengukur tingkat penerimaan dan kesukaan pemilih. Nama Anies Baswedan salah satu yang sering disebut.

Lantaran tak memiliki parpol, Anies didekati sejumlah parpol. Makanya muncul usulan paket Anies-Puan dan Anies-AHY.

BACA JUGA:Tiga Parpol Pengusung Sampaikan Rekomendasi Cawabup Muara Enim

Di bagian lain, Prabowo yang namanya masih masuk dalam survei capres, juga disimulasikan dengan Muhaimin Iskandar (Cak Imin), Ketum PKB.

Ada pula beberapa figur kuat dan sering disebut, namun belum memiliki pasangan. Ada nama Ridwan Kamil, Ganjar Pronowo, Airlangga Hartato, Erick Thohir, Sandiaga Uno, dan lainnya.

"(Sebelumnya) Anies-Puan, sekarang Anies-AHY," kata Hasrullah, pengamat politik Universitas Hasanuddin (Unhas) menyampaikan analisisnya, Selasa, 09 Agustus 2022.

Proses untuk melakukan simulasi dan penentuan capres-cawapres, publik melihat chemistry atau kecocokan pasangannya. Jadi ada yang sekadar simulasi melihat respons pemilih, ada pula yang memang diharapkan menjadi paket.

BACA JUGA:Membincang Peta Koalisi Parpol Jelang Pilpres 2024

"Memang sejak dulu Anies itu ada di Demokrat jadi chemistry. Tapi harus ditahu, ideologi kita ini, kan, ideologi dalam tanda kutip opini publik. Artinya siapa yang bisa menguasai publik dia akan menjadi jarum politik untuk menentukan pasangan," urainya.

Anies-AHY memang dianggap punya kans, tetapi jangan dilihat begitu saja. Apalagi, jika Prabowo sudah malang melintang juga maju. Dia punya pengalaman karena sudah tiga kali jadi capres.

"Yang lebih penting lagi yang bisa memimpin ke depannya ini adalah orang yang direstui oleh pemimpin partai. Jadi kalau seperti AHY itu, kan, pemilik partai. Probowo pemilik partai, Muhaimin pemilik partai," lanjut Hasrullah.

Untuk menguji nama mereka, survei bisa mengukurnya. Hasil ini yang selanjutnya membuat bongkar pasang capres-cawapres masih terbuka.

Sebab, cara itu merupakan skenario untuk melihat sosok yang pantas untuk menjadi orang nomor satu dan dua di Indonesia.

BACA JUGA:Imbau Parpol Persiapkan Diri Hadapi Verifikasi

"Sampai sekarang masih bongkar pasang, kan. Belum lagi ada Ganjar, ada Ridwan Kamil. Kemudian ada Puan Maharani yang punya pemilik suara yang bebas dari ambang batas. Tapi, ini, kan, cara menggiring opini publik untuk melihat mana sebenarnya yang cocok," urai lulusan magister Universitas Indonesia (UI) ini.

Sejauh ini Ganjar dan Puan belum ada paket, namun ini juga dilihat dari segi kapasitas kepemimpinan. Memang Ganjar punya itu, tetapi harus ditahu bahwa pemilik partai adalah Puan selaku putri dari Megawati.

Sekarang bergantung kemampuan individu dan kedekatan dengan pemilik partai. "Makanya survei itu selalu dijadikan rujukan mana yang cocok karena demokratisitas seperti itu," jelas Hasrullah.

BACA JUGA:Kecewa, Ratusan Kader di Kabupaten Muba Bakal Tinggalkan Partai Demokrat

Selanjutnya, yang menentukan adalah deal yang mereka bangun. Antara yang maju, 01, 02, dan yang tak maju. Bisa jadi akan ada pembagian kue politik, misalnya, janji pos menteri kelak.

"Berapa dapat, siapa yang dapat, itu saya kira deal-nya di situ," tutur mantan Sekretaris Rektor Unhas ini.

Sampai saat ini, PDIP belum mematenkan. PDIP punya skema dan strategi. Puan dan Mega memiliki skenario dan sebagai sutradara politik. Di belakang layar, banyak orang cerdas partai banteng moncong putih.

Yang perlu menjadi catatan, partai harus membangun politik kebangsaan. Sekaligus tetap mendengungkan keterwakilan wilayah karena itu juga penting.

BACA JUGA:Ini Alasan DPW dan DPD Tolak Munaslub Partai Berkarya

Mulai dari Papua, Ambon, Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimatan, higga Sumatra. Perwakilan wilayah menjadi sebuah tawaran politik yang harus diperjuangkan karena tanpa salah satu dari wilayah itu, politik bukanlah berwajah Indonesia. (FAJAR)

Kategori :