Direktur Teknologi Informasi BPJS Kesehatan, Edwin Aristiawan mengungkapkan bahwa data sampel tersebut bisa digunakan untuk menunjang proses analisis dan dasar pengambilan kebijakan Program JKN yang adekuat.
“Data yang kami miliki adalah aset yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan penelitian dan pengambilan kebijakan yang kredibel berbasis bukti (evidence based policy) dalam penyelenggaraan Program JKN-. Dengan metodologi pengambilan sampel yang melibatkan banyak pihak, termasuk akademisi, data sampel ini dirancang dapat merepresentasikan keseluruhan data yang ada di BPJS Kesehatan, sehingga dapat diolah dengan komprehensif," jelas Edwin.
Untuk mengakses data sampel, masyarakat bisa mengakses data sampel melalui https://data.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs-portal/action/landingPage.cbi. Namun sebelum login, masyarakat harus melakukan pendaftaran terlebih dulu untuk memperoleh akses ke data yang dibutuhkan. Hal ini untuk memastikan transaksi data ke luar terpantau dengan baik dan sesuai dengan tata kelola data berdasarkan regulasi yang berlaku.
“Data sampel BPJS Kesehatan bisa dimanfaatkan untuk mendukung analisis prevalensi penyakit tertentu wilayah, hotspot kejadian, longitudinal, per kategori faktor risiko tertentu.
Selain itu, juga bisa digunakan untuk menganalisa akses terhadap layanan JKN, analisis kelompok berdasarkan data kontekstual diabetes mellitus dan tuberkulosis, serta sangat memungkinkan digabungkan dengan informasi berdasarkan data resmi dari instansi lain seperti Badan Pusat Statistik (BPS) atau kementerian/lembaga terkait,” kata Dosen Prodi Statistika dan Sains Data IPB University, Bagus Sartono.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Prof. Hasbullah Thabrany, mengungkapkan bahwa data sampel BPJS Kesehatan bisa dimanfaatkan untuk membantu kementerian/lembaga/instansi yang diberi mandat untuk mengatur, mengelola dan mengawasi penyelenggaraan Program JKN.
Misalnya, Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan lain sebagainya.
“Kita harus benar-benar bisa melakukan integrasi digitalisasi kesehatan dengan berbagai pihak. Sharing data antarinstansi masih perlu dioptimalkan dalam Penyelenggaraan Program JKN. Diperlukan sikap konsisten antarpemegang mandat dan pengawas agar tata kelola program publik berjalan dengan baik. Selain itu, konsistensi maupun kesinambungan ketersediaan data dan informasi juga akan mempercepat pembangunan manusia sehat, produktif, dan kompetitif,” katanya. (*)