Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah II KPK RI, Yudhiawan menjelaskan, celah terjadinya korupsi sangat tinggi di 10 daerah tersebut.
Bukan hanya unsur pemerintahan, tetapi juga pihak swasta.
Dicontohkan Yudiawan, tim sukess atau tim pemenangan yang memegang proyek infrastruktur.
Meski timses tersebut bukan kontraktor, tapi mereka menyerahkan proyek itu ke pihak lain, sehingga terjadi banyak potongan anggaran.
Jika hal itu terjadi, otomatis pembangunan insfrastruktur tidak optimal.
"Potongan untuk timses, kontraktor, dan ASN. Ini harus menjadi perhatian," Yudhiawan mengingatkan.
Adapun celah dan bentuk korupsi juga terjadi dalam jual beli jabatan.
Dia mencontohkan kasus yang terungkap di Majalengka dengan pungutan liar sebesar Rp100 juta hingga Rp300 juta.
Karena itu, ia meminta agar semua pihak di Sumsel serius dalam menata kelola pemerintahan.
Jangan sampai bernasib sama seperti di Lampung yang heboh akibat kritikan dari netizen di media sosial.
"Aduan dan laporan bisa datang dari mana saja, ada dari media sosial atau kontraktor yang kalah tender," ujarnya.
Untuk di Lampung, KPK RI segera memeriksa penggunaan anggaran proyek infrastruktur di sana.
Yudhiawan mengaku telah menerima banyak aduan disertai data secara detail terkait dugaan korupsi di provinsi itu.
Namun KPK masih perlu melakukan pendalaman lebih lanjut.
Dalam upaya pencegahan korupsi, pihaknya menekankan beberapa hal, yakni pencegahan, penyelamatan aset, dan optimalisasi pajak daerah.
Terpenting juga menanamkan nilai integritas pada seluruh jajaran pemerintah daerah.