Sebelum kedatangan Islam, Kudus adalah pusat agama Hindu dan Buddha.
Dalam menghormati pemeluk agama Hindu yang masih banyak saat itu, Sunan Kudus, seorang tokoh Islam terkemuka, mengumumkan kepada penduduknya untuk tidak menyembelih dan memakan daging sapi.
Tindakan ini adalah bentuk penghormatan terhadap kepercayaan agama yang ada.
Hingga saat ini, pesantren masih berperan penting di Kudus dan membuatnya dikenal sebagai kota santri, yaitu kota yang dihuni banyak pelajar dan praktisi agama Islam.
Kudus juga dikenal sebagai pusat perkembangan agama Islam pada abad pertengahan.
Ini terlihat dari keberadaan tiga makam wali atau sunan yang terdapat di wilayah ini, yaitu Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Kedu.
Ketiga makam ini menjadi tujuan ziarah dan tempat ibadah bagi umat Islam.
Kudus memiliki luas wilayah sekitar 425,15 km persegi dan terkenal sebagai kota penghasil rokok atau kretek terbesar di Jawa Tengah.
Diulas sebelumnya, usulan pemekaran Provinsi Jawa Utara dari wilayah Jawa Tengah telah mencuat ke permukaan.
Rencana tersebut mencakup pemisahan dari provinsi induknya Jawa Tengah, dan melibatkan 6 kabupaten, yaitu Kudus, Pati, Jepara, Rembang, Blora, dan Grobogan.
Selain itu, Kabupaten Kudus diusulkan menjadi ibukota baru Provinsi Jawa Utara.
Sebelumnya bergulir usulan Provinsi Jawa Selatan atau Jasela dengan wilayah administrasi terdiri atas 5 kabupaten.
Wacana pembentukan daerah otonomi baru (DOB) Provinsi Jawa Utara ini mendapat respon Bupati Kudus, HM Hartopo.
Dia memberikan pandangannya terkait rencana pemekaran ini.
Dia berpendapat bahwa wilayah Jawa Tengah saat ini terlalu luas, yang terdiri dari 35 kota/kabupaten.
Dalam upaya untuk meningkatkan efektivitas wilayah administratif, Hartopo mengusulkan pemekaran menjadi tiga wilayah yang lebih terfokus.