Kurangnya transparansi dari pihak Rusia menjadi salah satu poin krusial dalam permasalahan ini.
Lebih jauh, dampak dari konflik antara Rusia dan Ukraina turut memperparah situasi ini.
Sanksi yang diberlakukan terhadap Rusia tidak hanya merugikan negara pembeli dalam konteks politik dan ekonomi, tetapi juga secara langsung menghantui pasokan suku cadang untuk jet tempur Sukhoi.
BACA JUGA:Imbangi Rafale Indonesia Australia Segera Upgrade Jet Tempurnya
BACA JUGA:Talisman: Sistem Pertahanan Canggih yang Mengubah Wajah Jet Tempur Indonesia
Malaysia menjadi salah satu yang paling terdampak, dengan Menteri Pertahanan Hishammuddin Hussein menyampaikan bahwa stok suku cadang mereka hanya cukup untuk dua tahun ke depan pada Maret 2022.
Sementara Malaysia berjuang dengan keterbatasan pasokan suku cadang, Indonesia memberikan kontrast yang menarik. KASAU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo menegaskan bahwa isu kesiapan rendah yang berkembang tidak relevan dengan TNI AU.
Meskipun pengadaan suku cadang terpengaruh oleh konflik Rusia-Ukraina, TNI AU di Indonesia berhasil mengatasi kendala ini.
Melalui postingan resmi Kemhan RI di Instagram, Menteri Pertahanan Indonesia, Prabowo, memberikan pencerahan terkait langkah-langkah positif yang telah diambil oleh Indonesia.
BACA JUGA:Mengapa Indonesia Memilih Rafale? Keputusan Mengejutkan di Dunia Pertahanan
BACA JUGA:Kolaborasi Strategis Indonesia-Turki: 18 Tank Harimau Kuatkan Pertahanan Negara
Dia menjelaskan bahwa Indonesia kini mampu merawat armada Sukhoi-nya sendiri, mengurangi ketergantungan pada pasokan dari luar negeri.
Proses MRO jet tempur Sukhoi TNI AU kini dapat dilakukan di dalam negeri, khususnya di Sathar 32 Lanud Sultan Hasanuddin, setiap 1000 jam terbang atau 10 tahun usia.
Pernyataan ini menyoroti pentingnya pembangunan kapasitas lokal dalam industri pertahanan suatu negara.
BACA JUGA:Rafale vs FC-31: Drama Persenjataan Generasi 4.5 vs 5 dalam Pertempuran di Udara