Perang Rusia-Ukraina: Dampaknya Terasa, Terhadap Pesawat Tempur Sukhoi Indonesia Lebih Siap Dari Malaysia

Perang Rusia-Ukraina: Dampaknya Terasa,  Terhadap Pesawat Tempur Sukhoi  Indonesia Lebih Siap Dari Malaysia

--

NASIONAL, PALPOS.ID-Di dalam panggung geopolitik Asia Tenggara, dua kekuatan militer, Malaysia dan Indonesia, tengah berhadapan dengan tantangan yang tidak biasa terkait dengan armada jet tempur Sukhoi mereka.

Informasi terkini mengungkapkan bahwa Malaysia memiliki 18 jet tempur Sukhoi, sedangkan Indonesia memiliki 16 unit. Namun, perbedaan signifikan muncul ketika kita membandingkan kondisi operasional kedua armada ini.

Pertanyaan yang muncul adalah, mengapa Indonesia mampu menjaga kesiapan operasional jet tempur Sukhoi-nya sementara Malaysia terlihat kesulitan mendapatkan suku cadang untuk merawat armada mereka?

BACA JUGA:Prestasi Gemilang: Helikopter H225M Buatan Indonesia Terbukti Handal di Misi Tempur Dunia

BACA JUGA:Perlombaan Persenjataan di Asia Tenggara: Indonesia Ambil Langkah Penting dengan Kapal Perang Baru

Jawabannya dapat ditemukan dalam keterbatasan pasokan suku cadang yang dihadapi Malaysia, sekaligus melibatkan faktor kompleks dalam hubungan bisnis dengan Rusia, produsen jet tempur Sukhoi.

Sebagian besar informasi yang mengemuka menunjukkan bahwa Malaysia menghadapi kesulitan karena birokrasi yang rumit dan hambatan dalam mendapatkan suku cadang dari Rusia.

Sebuah laporan media Malaysia, Free Malaysia Today, menyatakan bahwa masalah bukan terletak pada perawatan, tetapi pada kerumitan hubungan dengan negara produsen, yaitu Rusia sendiri.

BACA JUGA:Jadi Negara Keempat ,Indonesia Membuat Senapan Serbu Blackout

BACA JUGA:Bangga CN235-220 MPA Buatan Indonesia Jadi Lawan Terberat C295 ASW: Pertarungan Antara Senjata Canggih

Ini memberikan gambaran bahwa selain dari aspek teknis, faktor diplomatik dan birokratis juga turut berperan dalam kelangsungan operasional armada jet tempur.

Mantan Menteri Pertahanan Malaysia, Mohamad Sabu, memberikan pandangan kritis terkait masalah ini.

Ia menyoroti bahwa produsen Rusia seharusnya memberikan dukungan lebih lanjut setelah pembelian, termasuk memberikan informasi terkait pemeliharaan yang diperlukan setelah 10 tahun penggunaan.

BACA JUGA:Dibalik Pesona Rafale: Strategi Bottom Up dan Top Down dalam Penguatan Pertahanan Udara Indonesia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: