Kemudian, Blora menjadi bagian dari Kerajaan Pajang setelah pemerintahan Demak berpindah ke Pajang di bawah Jaka Tingkir (Hadiwijaya).
Selanjutnya, Blora menjadi wilayah Mataram bagian Timur setelah Kerajaan Pajang direbut oleh Kerajaan Mataram.
Pada masa pemerintahan Paku Buwana I, Blora diberikan kepada puteranya, Pangeran Blitar, dengan gelar Adipati.
BACA JUGA:Pemekaran Wilayah Provinsi Jawa Tengah: Kudus Potret Kota Calon Ibukota Otonomi Baru Jawa Utara
BACA JUGA:Pemekaran Wilayah Jawa Tengah: Potensi Jepara Siap Bergabung Otonomi Baru Provinsi Jawa Utara
Perlawanan dan Perubahan
Pada masa Mataram di bawah Paku Buwana II, terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Mangku Bumi dan Mas Sahid.
Mangku Bumi berhasil menguasai wilayah termasuk Blora dan diangkat menjadi Raja di Yogyakarta.
Perang Mangkubumi berakhir dengan perjanjian Giyanti pada tahun 1755, yang membagi Mataram menjadi dua kerajaan, yaitu Kerajaan Surakarta di bawah Paku Buwana III dan Yogyakarta di bawah Sultan Hamengku Buwana I.
Blora menjadi bagian dari Kasunanan Surakarta setelah perjanjian tersebut.
BACA JUGA:Pemekaran Wilayah Jawa Tengah: Kabupaten Kudus Calon Ibukota Provinsi Otonomi Baru Jawa Utara
BACA JUGA:Usulan Pemekaran Wilayah Provinsi Jawa Utara: Menuju Efektivitas Wilayah Otonomi Baru di Jawa Tengah
Transformasi dan Perkembangan
Pada tanggal 11 Desember 1749 Masehi, Blora berubah statusnya dari apanage menjadi daerah Kabupaten, yang hingga saat ini dikenal sebagai Hari Jadi Kabupaten Blora.
Bupati pertamanya adalah WILATIKTA. Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, petani Blora memimpin perlawanan melawan penjajahan karena kondisi sosial dan ekonomi yang memburuk.
Pajak kepala yang diterapkan oleh penjajah pada tahun 1882 sangat memberatkan pemilik tanah (petani).