Namun, tiga di antara delapan hakim memberikan pendapat berbeda dengan putusan MK itu.
Oleh sebab itu, Amien setuju jika ada wacana Pilpres kembali dilakukan MPR RI atau mengembalikan UUD 45 ke asli atau mengamandemen UUD 45 kembali.
Wacana ini tak pelak mendapat reaksi dari berbagai pihak dimana sejumlah tokoh langsung bereaksi dengan berbagai ragam narasi dan pendapat tak terkecuali para politisi.
BACA JUGA:37 Pengawas Kelurahan Desa Dilantik untuk Pilkada Serentak 2024 di Prabumulih
BACA JUGA:Pilkada Sumsel 2024: Tokoh Palembang Ramli Sutanegara Siap Menangkan Herman Deru dan Cik Ujang
Sementara itu, Pengamat Sosial dan Politik, M Haekal Al-Haffafah S.Sos, M.Sos mengatakan, secara prinsip prosedur melalui pemilihan langsung oleh rakyat atau melalui MPR sama-sama memiliki aspek demokratis.
Namun, Haekal menyoroti beberapa kritik terhadap praktik-praktik yang terkadang berjalan bersamaan dengan mekanisme yang tidak sepenuhnya demokratis.
Haekal menjelaskan, salah satu bentuk kritik tersebut mencakup kemungkinan terjadinya nepotisme, money politik, penyalahgunaan APBN, serta mobilisasi aparat seperti TNI/Polri dan karyawan BUMN untuk kepentingan politik.
BACA JUGA:37 Pengawas Kelurahan Desa Dilantik untuk Pilkada Serentak 2024 di Prabumulih
BACA JUGA:Pilkada Sumsel 2024: Tokoh Palembang Ramli Sutanegara Siap Menangkan Herman Deru dan Cik Ujang
Ia juga menyoroti bagaimana birokrasi dapat diubah menjadi mesin politik melalui jejaring OPD-ASN dan sejenisnya, yang sering kali menuai keprihatinan publik.
Dalam konteks ini, Haekal mengingatkan bahwa demokrasi memberikan ruang untuk menguji berbagai model prosedur pemilihan dalam kompetisi elit politik.
Namun demikian, ia menegaskan bahwa beberapa fenomena dalam demokrasi Indonesia belakangan ini mengingatkannya pada teori Samuel P Huntington tentang arus balik demokrasi.
BACA JUGA:Pilkada Serentak: Pasangan HDCU Kukuhkan 32 Relawan untuk Pilgub Sumsel 2024
Meskipun secara prosedural demokratis, namun kecenderungan ini dapat mengarah pada model yang mirip dengan tirani.