ASN dapat diarahkan untuk membantu menggalang dukungan di lapangan, memobilisasi suara, bahkan mempengaruhi hasil pemilihan dengan cara yang kurang etis.
Hemi Lavour menjelaskan, "ASN memiliki peran sentral dalam memenangkan calon kepala daerah atau menjatuhkan lawan politiknya, terutama di daerah-daerah di mana jumlah ASN signifikan dibandingkan DPT."
BACA JUGA:AMSI Gelar Pelatihan Cek Fakta di Padang untuk Lawan Informasi Sesat Jelang Pilkada 2024
BACA JUGA:Mendekati Kaum Milenial dan Gen Z dengan Program
Dengan kata lain, semakin besar jumlah ASN dalam suatu wilayah, semakin besar potensi terjadinya kecurangan terkait netralitas.
Provinsi-Provinsi Kunci yang Menjadi Sorotan
Dari hasil penelitian tersebut, sepuluh provinsi disebut sebagai wilayah yang sangat berpotensi mengalami kecurangan karena pelanggaran netralitas ASN.
Berikut adalah daftar provinsi tersebut beserta alasannya mengapa mereka dianggap rawan kecurangan:
Jawa Barat: Sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia, Jawa Barat memiliki pengaruh besar dalam hasil Pilkada. Jumlah ASN yang besar menjadikannya wilayah krusial dalam peta kecurangan.
BACA JUGA:Ayo Bergabung! KPU Sumsel Terima 92.295 KPPS untuk Pilkada Serentak 2024
BACA JUGA:KPU Harus Merespons Cepat Putusan MK Soal Kampanye Pilkada di Perguruan Tinggi
Jawa Timur: Provinsi ini memiliki sejarah politik yang dinamis, dengan ASN yang kerap terlibat dalam mendukung kandidat tertentu, terutama petahana.
Jawa Tengah: Dikenal sebagai "kandang banteng", wilayah ini memiliki dinamika politik yang kuat dan peran ASN sering kali menjadi alat untuk mempertahankan kekuasaan politik.
Sumatera Utara: Provinsi dengan jumlah penduduk yang besar dan ASN yang berpengaruh, terutama di daerah-daerah pedesaan.
Banten: Provinsi yang secara geografis dekat dengan ibu kota, Banten memiliki potensi besar untuk intervensi ASN dalam pemilihan daerahnya.