Acara diskusi ini tidak hanya dihadiri oleh Refly Harun dan Said Didu, tetapi juga tokoh-tokoh lainnya seperti Prof Din Syamsuddin, sejarawan Dr. Batara Hutagalung, eks Danjen Kopassus Mayjen (Purn) Soenarko, Brigjen (Purn) Hidayat Poernomo, mantan Menag dan Wakil Panglima TNI Jend (Purn) Fachrurozi, serta tokoh-tokoh lainnya seperti Dr. Abraham Samad, Prof Chusnul Mar’iyah, Dr. Rizal Fadhilah, dan advokat Aziz Januar, S.H.
Din Syamsuddin, salah satu tokoh yang kerap menyuarakan pentingnya persatuan bangsa, menyebut bahwa aksi ini merupakan tindakan yang bertentangan dengan semangat demokrasi.
"Polisi tidak berfungsi sebagai pelindung dan pengayom rakyat. Mereka diam saja. Saya protes keras terhadap polisi yang berdiam diri pada spanduk pendemo yang menuduh saya sebagai pemecah belah rakyat. Padahal saya adalah tokoh pemersatu bangsa," tegas Din dalam pernyataannya.
FTA: Kejadian Ini Adalah Aib Besar bagi Indonesia
Tata Kesantra, Ketua FTA, sangat menyayangkan adanya aksi kekerasan ini, terutama karena banyak diaspora Indonesia di luar negeri yang mengikuti acara ini secara live.
"Ini memalukan, apa yang bisa kita tawarkan ke dunia. Ada orang-orang yang sudah lama tinggal di luar negeri, tapi kok dihadapkan dengan hal ini. Ini sangat memalukan sekali," ujar Tata.
Tata menambahkan bahwa acara FTA ini bertujuan untuk memberikan sumbangsih pemikiran positif menjelang pergantian kepemimpinan nasional. Namun, insiden ini justru memberikan citra buruk bagi demokrasi di Indonesia.
Perlu Tindakan Hukum Tegas
Dalam konteks hukum, Refly Harun dan tokoh lainnya menyatakan akan melaporkan insiden ini jika polisi tidak segera bertindak.
Menurut mereka, tindakan anarkistis ini tidak boleh dibiarkan tanpa ada proses hukum yang jelas.
Mantan Danjen Kopassus, Mayjen (Purn) Soenarko, bahkan mengatakan bahwa tiga orang satpam yang berada di lokasi juga menjadi korban pemukulan oleh perusuh.
"Kami menunggu polisi mengusut kelakuan brutal tadi, karena ada tiga orang satpam juga dipukuli oleh perusuh," kata Soenarko.
Dinamika Demokrasi di Indonesia
Insiden ini mencerminkan dinamika demokrasi di Indonesia yang kian mendapat tantangan.
Di satu sisi, kebebasan berpendapat dan berekspresi adalah pilar penting dalam negara demokrasi.
Namun, aksi-aksi kekerasan seperti yang terjadi di Hotel Grand Kemang ini justru menjadi ancaman bagi proses demokrasi yang sehat.