BATURAJA, PALPOS.ID - Jejak Bumi Indonesia (JBI) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), menanam sebanyak 200 ribu batang bibit pohon produktif sebagai upaya penghijauan untuk mencegah bencana banjir dan tanah longsor di wilayah Sumsel.
Ketua Lembaga Lingkungan Hidup JBI OKU, Hendra Setyawan, Selasa 8 Oktober 2024 mengatakan bahwa gerakan menanam pohon ini dilakukan guna penghijauan terutama di lahan kritis di wilayah Sumsel.
Dalam gerakan tersebut pihaknya bersama masyarakat binaan JBI menanam sebanyak 200 ribu bibit pohon produktif di beberapa kabupaten/kota di Sumsel meliputi OKU, OKU Selatan, Muara Enim, Lahat, Pagar Alam dan Musirawas.
Adapun bibit yang ditanam mulai dari tanaman alpukat, durian, aren, nangka, pala, petai, jengkol, cempedak, kelor, jambu kristal, pinang, kelengkeng, hingga buah mangga. "Bibit yang ditanam ini adalah jenis pohon produktif memiliki nilai ekologis dan bernilai ekonomi tinggi," katanya.
Hendra menjelaskan, program rehabilitasi hutan dan Daerah Aliran Sungai (DAS) ini menjadi agenda penting bagi Jejak Bumi Indonesia.
Gerakan menanam pohon ini dilakukan sebagai upaya menyelamatkan lahan kritis agar kembali produktif sekaligus melestarikan kawasan hutan lindung dan DAS supaya tetap lestari.
BACA JUGA:Jejak Bumi Indonesia Kampanyekan Gerakan Menanam Pohon
BACA JUGA:Pemkab OKU Tetapkan Status Siaga Bencana Banjir dan Tanah Longsor
"Sejak 2015 Jejak Bumi Indonesia melakukan gerakan menanam pohon di jajaran bukit barisan di mana lebih dari 10 juta pohon sudah ditanam hingga tahun 2024," ujarnya.
Melalui gerakan menanam pohon diharapkan dapat menjadikan Bumi Sriwijaya lebih hijau dan lestari sekaligus mengurangi resiko bencana alam akibat lahan kritis.
"Dengan penghijauan diharapkan dapat mengurangi resiko bencana alam seperti banjir dan tanah longsor yang kerap terjadi di beberapa daerah, terutama di Kabupaten OKU," ujarnya.
Sementara, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tercatat dari 70,096,51 hektare (Ha) kawasan hutan khususnya di Kabupaten OKU, 64,657,89 Ha di antaranya merupakan lahan kritis akibat perambahan liar oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Perambahan hutan secara liar oleh oknum masyarakat ini sebagian besar dialihfungsikan menjadi area perkebunan kopi dan kebun sawit yang memiliki daya hisap air rendah.
Selain merusak ekosistem hutan, kata Hendra, alih fungsi ini juga memicu sering terjadinya bencana banjir dan tanah longsor khususnya di daerah bantaran sungai.