Lampu utama bagian dalam disambungkan dengan kemudi, sehingga dapat mengikuti arah belokan hingga 80 derajat.
BACA JUGA:Lebih Besar dan Bertenaga! Sealion 7, Versi SUV dari BYD Seal, Debut di Paris Motor Show 2024
BACA JUGA:Mengintip Tank 700 Hi4-T: Perpaduan Kemewahan dan Ketangguhan di Segala Medan
Sementara itu, lampu depan bagian luar dilengkapi fitur self-leveling yang menjaga pencahayaan tetap stabil, bahkan saat mobil mengalami akselerasi atau pengereman mendadak.
Inovasi ini memberikan visibilitas yang jauh lebih baik saat berkendara di malam hari, terutama di jalan yang berliku.
Selain fitur-fitur tersebut, Citroën DS juga menggunakan material campuran pada bodinya.
Kap mesin terbuat dari aluminium, atap dari serat kaca, sementara panel bodi dan rangka menggunakan baja. Hal ini memberikan mobil bobot yang lebih ringan namun tetap kokoh, serta menambah efisiensi bahan bakar.
Citroën DS juga menjadi salah satu mobil pertama yang mengadopsi monocoque frame dengan zona crumple, sebuah fitur keselamatan yang kini sudah menjadi standar di industri otomotif.
Teknologi ini dirancang untuk menyerap energi benturan, melindungi penumpang saat terjadi kecelakaan.
Tidak hanya menggebrak pasar global, Citroën DS juga sempat menghiasi jalanan Indonesia pada tahun 1950-an hingga 1960-an.
Kehadirannya di Indonesia semakin kuat saat Citroën resmi menancapkan bisnisnya melalui PT Alun pada tahun 1970-an, sebagai agen pemegang merek (APM) resmi.
BACA JUGA:Xiaopeng P7+ Tampil Beda: Sedan Listrik dengan Postur Mewah dan Aerodinamis
BACA JUGA:Menggabungkan Warisan Kijang dengan Inovasi: Inilah Toyota Hilux Rangga SUV 7 Penumpang
Di bawah APM tersebut, Citroën memasarkan berbagai model unggulan seperti Citroën GS (1974-1990), FAF (pengembangan dari Citroën 2CV), Citroën CX (1978-1983), dan Citroën BX (1986-1994).
Kehadiran Citroën DS di Indonesia menunjukkan bahwa mobil ini bukan hanya diminati di negara asalnya, tetapi juga di seluruh dunia, termasuk di pasar Asia yang sedang berkembang saat itu.