Industri tembakau Indonesia telah menghadapi tren penurunan produksi dalam satu dekade terakhir, dengan rata-rata penyusutan sebesar 0,78% per tahun.
BACA JUGA:Pemerintah Tetapkan Kenaikan Harga Rokok Konvensional dan Elektrik Mulai 1 Januari 2025
BACA JUGA:Simpan 1,07 Gram Sabu di Dalam kotak Rokok, Seorang Pemuda di Prabumulih Ditangkap Satresnarkoba
Gappri khawatir kebijakan kenaikan HJE akan mempercepat penurunan ini, terutama pada segmen SKT yang menyerap banyak tenaga kerja.
“Jika permintaan SKT menurun akibat kenaikan HJE, maka pekerja di industri ini yang akan paling terdampak,” ujar Henry.
SKT selama ini menjadi penopang industri tembakau dan berfungsi sebagai benteng melawan peredaran rokok ilegal.
Namun, dengan kenaikan HJE yang mencapai dua digit pada SKT, Gappri memperkirakan produk ini tidak lagi kompetitif, sehingga membuka peluang bagi rokok ilegal untuk menguasai pasar.
BACA JUGA:Pemerintah Naikkan Harga Jual Eceran Rokok Tahun 2025: Permintaan Pita Cukai Meningkat
BACA JUGA:Terapkan Desa Bebas Asap Rokok, Pj Bupati Muara Enim Terima Penghargaan Adinkes
Rokok Ilegal: Ancaman yang Mengintai
Henry mengungkapkan bahwa lonjakan harga rokok legal akan memperbesar pasar rokok ilegal, yang tidak dibebani pungutan seperti cukai dan pajak.
Rokok ilegal, yang biasanya dijual dengan harga jauh lebih murah, memiliki daya tarik bagi konsumen yang daya belinya tertekan.
“Jika peredaran rokok ilegal meningkat, pemerintah justru akan kehilangan potensi penerimaan negara dari sektor cukai,” kata Henry.
Ia juga menambahkan bahwa industri tembakau selama ini berkontribusi signifikan terhadap pendapatan negara, sehingga kebijakan yang tidak mendukung pemulihan industri dapat menjadi bumerang.
BACA JUGA:Dampak Rokok Terhadap Kesehatan Gigi dan Mulut
Gappri Minta Relaksasi Kebijakan
Gappri berharap pemerintah dapat memberikan relaksasi terhadap industri tembakau dengan tidak menaikkan HJE dan CHT setidaknya hingga 2027.