Dengan segala manfaat dan tantangan yang ada, perencanaan yang matang serta partisipasi aktif masyarakat menjadi kunci keberhasilannya.
Jika dikelola dengan baik, pemekaran ini bisa menjadi model bagi provinsi lain dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan.
Harapan besar dititipkan pada proses pemekaran ini, agar Kalimantan Selatan semakin maju dan sejahtera di masa depan.
Pemekaran Wilayah Sulawesi Selatan: Sejarah dan Potensi Calon Ibu Kota Provinsi Luwu Raya.
Wacana pemekaran wilayah di Sulawesi Selatan semakin mengemuka, khususnya terkait pembentukan Provinsi Luwu Raya.
Wilayah ini direncanakan mencakup lima daerah, yaitu Kabupaten Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur, Kota Palopo, serta calon Kabupaten Luwu Tengah.
Kota Palopo disebut-sebut sebagai calon ibu kota provinsi baru ini, dengan total penduduk mencapai sekitar 1.124.998 jiwa.
Kota Palopo memiliki sejarah panjang yang tidak terlepas dari eksistensi Kerajaan Luwu, salah satu kerajaan Islam tertua di Sulawesi Selatan.
Dulunya, Palopo dikenal dengan nama "Ware" yang disebut dalam Epik La Galigo.
Nama "Palopo" diperkirakan mulai digunakan sejak tahun 1604, bersamaan dengan pembangunan Masjid Jami' Tua, masjid tertua di Sulawesi Selatan yang dibangun dari blok-blok karang putih dengan atap tiga tingkat yang melambangkan kosmos Austronesia kuno.
Kata "Palopo" diambil dari bahasa Bugis-Luwu yang memiliki dua arti.
Pertama, penganan yang terbuat dari ketan, gula merah, dan santan. Kedua, berasal dari kata "Palopo'i" yang berarti "tancapkan" atau "masukkan".
Ungkapan ini diucapkan saat pemancangan tiang pertama pembangunan Masjid Tua.
Pada masa lalu, Palopo pernah menjadi ibu kota Kesultanan Luwu menggantikan Amassangan.
Batas kota saat itu diyakini melingkar antara makam Jera’ Surutanga di selatan, makam Malimongan di barat, dan makam raja Lokkoe di utara Sungai Boting.
Perkembangan Palopo kemudian ditandai dengan tumbuhnya Kampung Benturu sebagai kluster tingkat ketiga seluas 5 hektare.