Liverpool? Satu tembakan, satu gol.
BACA JUGA:Arsenal Tantang PSV Eindhoven di Liga Champions: Duel Nostalgia Sarat Sejarah
BACA JUGA:Real Madrid vs Atletico Madrid di Liga Champions: Laga Sarat Emosi dan Sejarah di Babak 16 Besar
Efisiensi ala-ala bapak-bapak yang cuma punya satu sendal jepit tapi bisa sampai warung dan pulang dengan aman.
Liverpool: Mode Hemat Energi, Cukup Sekali Gigit
Arne Slot tahu betul timnya bakal digiling di Paris.
The Reds tampil lebih banyak duduk manis di belakang, numpuk pemain di kotak penalti sambil ngintip celah buat serangan balik.
Mohamed Salah yang jadi harapan justru tenggelam di tengah gelombang serangan PSG.
Menit 85, Salah ditarik keluar, Harvey Elliott masuk. Dua menit berselang, Elliott bikin kejutan: satu sontekan maut yang membungkam seluruh Parc des Princes.
Donnarumma cuma bisa bengong, sementara Luis Enrique terpaksa cicipin pahitnya sepak bola.
Luis Enrique: Kesel Tapi Gak Bisa Marah
Pelatih PSG, Luis Enrique, kelihatan jengkel habis laga.
Gimana enggak? Timnya main kaya singa lapar, Liverpool malah mirip kura-kura yang cuma keluar kepala sekali pas jelang bubaran.
Enrique menyebut kekalahan ini "gak adil," tapi sepak bola emang gak pernah peduli statistik doang.
Dominasi tanpa gol, itu mimpi buruk buat tim yang maunya main indah kaya PSG. Sementara Liverpool, cukup main ala sopir travel—lempar bola jauh, ngandelin satu momen doang, selesai.
Leg Kedua di Anfield: PSG Harus Siap Gila-Gilaan