PALPOS.ID — Di tengah derasnya tren kuliner modern dan makanan cepat saji, kue tradisional khas Jawa kembali mencuri perhatian masyarakat.
Salah satunya adalah kue blinjo, jajanan lawas yang kini mulai bangkit dari tidur panjangnya dan mendapatkan tempat istimewa di hati para pecinta kuliner tradisional.
Kue blinjo, yang juga dikenal dengan sebutan “kue biji melinjo” di beberapa daerah, merupakan penganan berbahan dasar melinjo atau emping yang diolah menjadi camilan manis dan gurih.
Cita rasa unik dari kue ini memadukan rasa pahit khas melinjo dengan manisnya gula merah, menciptakan sensasi rasa yang tidak ditemukan dalam camilan modern.
BACA JUGA:Kue Lontar, Warisan Rasa dari Papua yang Mulai Mendunia
BACA JUGA:Kue Serabi : Kelezatan Tradisional yang Tetap Memikat Generasi Baru
Kue blinjo berasal dari wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta, serta biasa disajikan saat acara-acara adat atau kenduri keluarga.
Dalam budaya Jawa, melinjo memiliki makna filosofis tersendiri: walau kecil dan pahit, ia memberi rasa khas yang memperkaya hidangan — melambangkan kesabaran dan keuletan dalam menjalani hidup.
Menurut Mbah Lestari (67), seorang pembuat kue tradisional di Bantul, kue blinjo sudah dibuat sejak zaman nenek moyangnya.
“Dulu waktu kecil saya sering bantu ibu bikin kue ini. Biasanya untuk syukuran atau selametan.
BACA JUGA:Kue Apem : Tradisi Manis yang Tetap Eksis di Tengah Perubahan Zaman
BACA JUGA:Kue Talam, Cita Rasa Tradisional yang Kian Digemari di Tengah Modernisasi Kuliner
Rasanya khas, agak pahit, tapi justru itu yang dicari,” ujarnya sambil mengaduk adonan di dapur kecilnya.
Kue blinjo dibuat dengan bahan utama melinjo yang sudah dihaluskan, dicampur dengan tepung ketan, kelapa parut, dan gula merah.
Adonan ini kemudian dibentuk pipih dan dipanggang di atas wajan tanah liat menggunakan arang, bukan oven listrik seperti kue modern. Proses ini memberikan aroma smoky yang menjadi ciri khas tersendiri.