Banyak dari rekening tersebut dibeli atau disewa dari pihak lain, bahkan dengan iming-iming bayaran tertentu kepada pemilik rekening asli.
Lebih parah lagi, sebagian rekening dormant juga diperoleh dari hasil pembobolan data pribadi atau hasil dari phishing yang menargetkan korban tertentu.
BACA JUGA:5 Bansos Cair Maret 2025, Termasuk Dana PIP Termin 1 yang Masuk ke Rekening Penerima
BACA JUGA:Warga Palembang Bayar Air Limbah, Mulai Maret Ada Kolom Air Limbah pada Rekening Tagihan
17.000 Rekening Diblokir Akibat Indikasi Judi Online
Data terbaru dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menunjukkan bahwa hingga Mei 2025, OJK telah meminta perbankan untuk memblokir sekitar 17.000 rekening yang terindikasi digunakan dalam transaksi judi online.
Angka ini meningkat sekitar 20 persen dibandingkan bulan sebelumnya yang mencatat 14.117 rekening diblokir.
“Langkah-langkah ini diambil untuk menjaga integritas sistem keuangan nasional dan melindungi masyarakat dari penyalahgunaan rekening dormant oleh pihak yang tidak bertanggung jawab,” ujar Dian Ediana Rae.
OJK Gandeng Seluruh Industri Perbankan untuk Tangkal Kejahatan Finansial
BACA JUGA:OJK Tegaskan Perbankan Harus Waspadai Rekening Dormant untuk Cegah Kejahatan Keuangan
BACA JUGA:Kemudahan BRImo, Bisa Buka Rekening Valas Hingga 12 Mata Uang, Transaksi Internasional Lebih Gampang
OJK tidak bekerja sendiri dalam menghadapi permasalahan ini.
Dalam pertemuan dengan jajaran perbankan, OJK menekankan pentingnya kerja sama antara regulator dan pelaku industri dalam memperkuat sistem keamanan informasi, serta memastikan pemantauan transaksi dilakukan secara real-time.
Selain itu, bank juga didorong untuk melakukan pendataan, pemantauan dan penonaktifan otomatis terhadap rekening dormant yang mencurigakan.
Prosedur ini akan dilengkapi dengan sistem analisis risiko berbasis teknologi, termasuk pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) dan machine learning untuk mendeteksi pola transaksi yang tidak lazim.
Bank juga didorong untuk lebih proaktif dalam memberikan edukasi kepada nasabah agar mereka lebih waspada terhadap ancaman digital, terutama terkait serangan siber dan penipuan berbasis rekayasa sosial (social engineering).