Tak hanya dijual secara offline, wingko kini juga merambah pasar online melalui berbagai platform e-commerce.
Beberapa produsen bahkan telah mengekspor produk mereka ke negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, di mana komunitas diaspora Indonesia cukup besar.
Namun demikian, para pelaku usaha menyadari pentingnya menjaga kualitas dan keaslian rasa.
"Boleh saja kita berinovasi, tapi jangan sampai melupakan akar tradisinya.
Wingko adalah warisan budaya," kata Lestari Mulyani, pemilik merek Wingko 'Lestari', salah satu merek legendaris di Semarang yang berdiri sejak 1946.
Seiring perkembangan zaman, Wingko Babat menghadapi tantangan dari segi bahan baku dan regenerasi tenaga kerja.
Kelapa yang menjadi bahan utama kadang mengalami fluktuasi harga, sementara generasi muda cenderung enggan melanjutkan usaha turun-temurun ini karena dianggap kurang menguntungkan.
Untuk mengatasi hal ini, beberapa produsen mulai melibatkan teknologi dalam proses produksi, mulai dari pencampuran adonan hingga pengemasan.
Hal ini tidak hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga menjaga konsistensi kualitas produk.
Pemerintah daerah pun turut mendorong pelestarian kuliner tradisional ini melalui berbagai program pelatihan, festival kuliner, hingga fasilitasi promosi melalui media sosial dan pameran UMKM.
Pada tahun 2025, Wingko Babat bahkan dinominasikan sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda (WBTb) tingkat provinsi oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Tengah.