Menurut Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional, Arlinda Hapsari, keripik tempe termasuk dalam kategori produk berbasis pangan lokal yang memiliki peluang besar di pasar global.
“Kami terus mendorong UMKM makanan untuk masuk pasar ekspor, terutama produk yang unik seperti keripik tempe.
Ini bukan hanya soal bisnis, tapi juga bagian dari diplomasi kuliner Indonesia,” ujar Arlinda dalam seminar “UMKM Go Global” di Jakarta bulan lalu.
Meski prospeknya cerah, pelaku usaha keripik tempe masih menghadapi berbagai tantangan.
Salah satunya adalah fluktuasi harga kedelai impor, yang menjadi bahan baku utama tempe.
Selain itu, standar mutu dan keamanan pangan untuk ekspor juga cukup ketat, sehingga dibutuhkan pendampingan dan pelatihan dari pemerintah maupun swasta.
Rina mengakui, ia sempat kesulitan memenuhi standar sertifikasi HACCP dan BPOM untuk ekspor, namun kini telah berhasil lolos berkat bimbingan dari Dinas Koperasi dan UKM.
“Awalnya rumit, tapi setelah dibantu ikut pelatihan, kami jadi tahu bagaimana proses produksi yang higienis dan sesuai standar.
Sekarang justru pelanggan luar negeri lebih percaya dengan produk kami,” kata Rina.
Pakar gizi dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Indah Sari, menyebut keripik tempe sebagai contoh ideal makanan tradisional yang bisa dikembangkan secara modern tanpa kehilangan esensinya.