PALPOS.ID - Dalam beberapa tahun terakhir, dunia kuliner global terus diramaikan oleh hadirnya berbagai hidangan khas Korea Selatan.
Setelah popularitas K-pop dan drama Korea mendunia, kini giliran kuliner Negeri Ginseng yang mencuri perhatian pecinta makanan.
Salah satu yang tengah naik daun adalah Jjamppong (짬뽕), sup mi pedas khas Korea yang menggoda dengan aroma laut dan bumbu yang kuat.
Jjamppong adalah mi berkuah pedas yang biasanya disajikan dengan campuran makanan laut seperti udang, cumi-cumi, dan kerang, serta aneka sayuran seperti kol, wortel, dan daun bawang.
BACA JUGA:Dakbal : Kuliner Pedas Korea yang Mulai Populer di Kalangan Milenial Indonesia
BACA JUGA:Inovasi Kuliner Nusantara : Tahu Goreng Isi Ayam Mercon, Sensasi Pedas yang Menggoda Lidah
Mie yang digunakan mirip dengan mie ramen tetapi lebih kenyal. Kuahnya berwarna merah menyala, dibuat dari kaldu ayam atau babi yang dipadukan dengan saus gochugaru (cabai bubuk Korea), minyak cabai, bawang putih, dan jahe.
Berbeda dari ramyeon atau jajangmyeon (mi dengan saus kacang hitam), Jjamppong dikenal karena rasa pedasnya yang membakar lidah namun tetap menggoda.
Tekstur mienya yang kenyal berpadu sempurna dengan kuah panas dan gurih, menciptakan pengalaman kuliner yang kaya dan memuaskan.
Meski kini dianggap sebagai makanan khas Korea, Jjamppong sejatinya memiliki akar dari masakan Tionghoa.
BACA JUGA:Ayam Goreng Pedas : Hidangan Favorit Nusantara Yang Menggoda Lidah
BACA JUGA:MI CHILI OIL : Sensasi Pedas yang Menggoda, Produk Mi Instan Viral Asli Indonesia
Hidangan ini pertama kali diperkenalkan oleh komunitas Tionghoa di Korea pada awal abad ke-20.
Kata "Jjamppong" sendiri berasal dari bahasa Jepang, yang awalnya merujuk pada campuran berbagai bahan.
Hidangan ini kemudian diadaptasi oleh warga Korea dengan menambahkan bumbu lokal seperti gochugaru dan minyak cabai, menjadikannya lebih pedas dan sesuai dengan selera lokal.
Dalam perkembangannya, Jjamppong menjadi salah satu ikon dari masakan Korean-Chinese atau "Junghwa Yori", yaitu perpaduan antara kuliner Korea dan Tiongkok.
BACA JUGA:Mie Gacoan : Strategi Jitu di Balik Kesuksesan Kuliner Pedas Kekinian
BACA JUGA:Ayam Lodho : Cita Rasa Tradisional Tulen dari Tanah Jawa Timur yang Kian Diminati
Dalam budaya Korea, Jjamppong sering kali dikaitkan dengan makanan sehari-hari yang hangat dan memuaskan.
Hidangan ini banyak ditemukan di restoran-restoran Chinese-Korean di seluruh Korea Selatan dan telah menjadi pilihan utama saat musim dingin tiba.
Tak hanya menghangatkan tubuh, kuahnya yang kaya rempah juga dipercaya dapat membantu meredakan gejala pilek ringan.
Jjamppong juga dikenal sebagai makanan yang cocok untuk dinikmati bersama teman atau keluarga.
Di Korea, makan bersama memiliki makna sosial yang sangat kuat, dan hidangan seperti Jjamppong sering kali menjadi bagian dari momen kebersamaan yang hangat dan akrab.
Popularitas Jjamppong tak hanya berhenti di Korea. Di berbagai negara, termasuk Indonesia, Jjamppong mulai banyak ditemukan di restoran Korea yang menawarkan pengalaman autentik.
Beberapa restoran bahkan menyediakan varian halal Jjamppong, menggantikan daging babi dengan ayam atau makanan laut sepenuhnya, serta memastikan semua bahan sesuai dengan standar halal.
Salah satu restoran Korea di Jakarta, misalnya, melaporkan bahwa penjualan menu Jjamppong meningkat hingga 40% dalam enam bulan terakhir.
“Banyak pelanggan yang penasaran dengan Jjamppong karena sering melihatnya di drama Korea,” ujar Minji Park, pemilik restoran tersebut. “Mereka tertarik mencicipi langsung makanan yang sering muncul di layar kaca.”
Tak hanya restoran, Jjamppong juga mulai hadir dalam bentuk instan.
Beberapa merek mi instan Korea telah merilis varian Jjamppong dalam kemasan, memudahkan konsumen untuk menikmati hidangan ini di rumah.
Hal ini menjadi salah satu faktor penting dalam menyebarkan popularitas Jjamppong ke berbagai belahan dunia.
Variasi dan Inovasi
Seiring dengan pertumbuhan popularitasnya, Jjamppong juga mengalami banyak inovasi. Di Korea Selatan, kini tersedia berbagai varian Jjamppong, seperti:
Jjambbong Bulgogi: Menggunakan daging sapi panggang sebagai bahan utama pengganti seafood.
Jjamppong Cheese: Diberi tambahan keju leleh di atasnya untuk memberikan rasa gurih dan creamy yang unik.
Jjamppong Udong: Menggunakan mi udon yang lebih tebal, cocok untuk mereka yang menyukai tekstur lebih kenyal.
Beberapa restoran fusion bahkan menambahkan sentuhan internasional seperti penggunaan bahan lokal, penggabungan dengan pasta Italia, hingga penggunaan topping non-tradisional seperti telur setengah matang.
Meski popularitasnya terus meningkat, Jjamppong masih menghadapi tantangan, terutama di pasar internasional yang memiliki keterbatasan bahan atau kekhawatiran soal tingkat kepedasan.
Namun, ini justru membuka peluang bagi inovasi kuliner untuk menyesuaikan hidangan ini dengan lidah lokal tanpa menghilangkan keasliannya.
Chef Ardi Nugroho, seorang juru masak spesialis Asia Timur di Jakarta, menyebutkan bahwa Jjamppong punya potensi besar di Indonesia.
“Orang Indonesia suka makanan pedas dan berbumbu kuat. Jjamppong bisa diterima luas, asal disesuaikan sedikit dalam hal kepedasan dan bahan-bahan,” ujarnya.
Jjamppong bukan sekadar mi pedas biasa. Ia adalah simbol dari persilangan budaya, adaptasi rasa, dan inovasi kuliner yang tak berhenti berkembang.
Dari jalanan Seoul hingga meja makan di Jakarta, Jjamppong terus menunjukkan bahwa makanan bisa menjadi jembatan antarbudaya yang lezat dan menyenangkan.
Dengan semakin banyaknya minat terhadap budaya Korea, tak diragukan lagi bahwa Jjamppong akan terus berkembang dan menghangatkan hati – serta lidah – pecinta kuliner di seluruh dunia.