“Kita khawatir juga ketika ini dipaksakan, maka akan menyalahi aturan yang ada. Karena itu, kami minta agar Pemkot benar-benar mematangkan kembali rencana ini,” ujar Dipe Anom kepada wartawan belum lama ini.
BACA JUGA:Pertamina EP Limau Field Dukung Pemberdayaan Perempuan Desa di Prabumulih Lewat Program NIAT MILA
Dipe menambahkan, DPRD mendukung upaya pemerintah dalam memperlancar akses jalan utama di Kota Prabumulih, namun harus disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah dan mengikuti mekanisme hukum yang tepat.
“Jangan sampai niat baik untuk memperbaiki infrastruktur justru menimbulkan persoalan baru di kemudian hari, baik dari sisi hukum maupun sosial,” tambahnya.
Batalnya pembebasan lahan tersebut sontak menimbulkan kekecewaan di kalangan warga Dusun Prabumulih, khususnya mereka yang lahannya telah masuk dalam rencana pelebaran jalan.
Sedikitnya 42 warga Kelurahan Dusun Prabumulih yang terdampak telah melakukan pertemuan bersama untuk membahas kabar tersebut.
Salah satu warga yang menjadi perwakilan masyarakat terdampak, Suharta Ucim, mengaku kecewa dan terkejut ketika mendengar rencana pembebasan lahan tersebut kembali batal.
Ia menegaskan bahwa masyarakat sama sekali tidak pernah menolak pembangunan yang dilakukan oleh Pemkot Prabumulih.
“Tidak benar kalau kami tidak mendukung pembangunan di Kota Prabumulih. Kami sangat mendukung. Kalau ada yang bilang kami tidak mendukung, itu fitnah yang keji,” ujar Suharta dengan nada kecewa.
Menurutnya, masyarakat justru ingin pembangunan berjalan lancar, asalkan dilakukan dengan transparan dan adil bagi semua pihak.
Namun yang membuat warga kecewa adalah munculnya pemberitaan yang menyebutkan bahwa mereka meminta harga Rp9 juta per meter.
“Kami kaget setelah membaca berita yang menyebut warga meminta Rp9 juta per meter. Padahal, sampai sekarang kami belum pernah mendapat harga resmi dari pemerintah dan belum pernah ada negosiasi harga sama sekali,” tegas Suharta.
Suharta menjelaskan, hingga kini warga terdampak belum menerima surat resmi, penawaran, maupun hasil sosialisasi harga dari pihak Pemkot Prabumulih.
Ia menilai, informasi tentang harga Rp9 juta per meter muncul tanpa dasar dan berpotensi menimbulkan kesalahpahaman antara pemerintah dan masyarakat.
“Yang dimunculkan hanya hasil kajian KJPP senilai Rp3,3 juta. Sedangkan yang katanya Rp9 juta itu dari mana asalnya, kami tidak tahu.