Menurut Kajati, keenam tersangka sebelumnya telah diperiksa sebagai saksi.
Setelah dilakukan gelar perkara dan analisis mendalam, penyidik menemukan bukti kuat bahwa mereka terlibat dalam tindak pidana korupsi yang mengakibatkan kerugian besar terhadap keuangan negara.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan lanjutan dan gelar perkara, penyidik menyimpulkan bahwa keenam orang tersebut diduga kuat terlibat dalam tindak pidana korupsi pemberian fasilitas kredit yang tidak sesuai ketentuan,” ujar Dr. Ketut Sumedana dalam konferensi pers.
Dari enam tersangka tersebut, lima di antaranya langsung ditahan selama 20 hari, mulai 10 hingga 29 November 2025.
Para tersangka MS, DO, ED, dan RA ditahan di Rutan Kelas I Palembang, sementara ML ditahan di Lapas Perempuan Klas IIb Merdeka Palembang.
Adapun WS belum ditahan lantaran sedang menjalani perawatan intensif di rumah sakit.
Nilai Kerugian Negara Capai Rp1,183 Triliun
Kejati Sumsel mengungkapkan, hasil perhitungan sementara menunjukkan bahwa total kerugian negara mencapai Rp1,689 triliun.
Namun, setelah memperhitungkan nilai aset hasil lelang senilai Rp506,15 miliar, kerugian bersih menjadi Rp1,183 triliun.
BACA JUGA:Pemekaran Wilayah Papua Barat Daya: Wacana Pembentukan Kabupaten Imeko Atasi Kendala Infrastruktur
Nilai fantastis ini menempatkan perkara tersebut dalam daftar kasus korupsi bernilai jumbo di Indonesia, terutama di sektor perbankan dan agribisnis.
Modus Operandi: Manipulasi Kredit dan Agunan Fiktif
Asisten Pidana Khusus Kejati Sumsel, Dr. Adhriyansah SH MH, menguraikan modus operandi para tersangka yang terbilang rapi namun sarat pelanggaran prosedur.
Kasus ini bermula pada tahun 2011, ketika PT BSS di bawah pimpinan WS mengajukan permohonan kredit investasi kebun inti dan plasma senilai Rp760,8 miliar kepada salah satu bank BUMN.
Dua tahun kemudian, PT SAL juga mengajukan permohonan kredit serupa dengan nilai Rp677 miliar.