“Sinergi dengan dunia industri seperti ini memberi dampak positif bagi pengembangan wisata lokal,” katanya.
BACA JUGA:Pemkot Prabumulih Buka 322 Hektar Lahan Petani Secara Gratis, Program Berlanjut Tahun 2026
BACA JUGA:380 PPPK Prabumulih Akan Menjalani Orientasi PPPK Mulai 19–29 November 2025
Apresiasi serupa muncul dari Ketua DPD Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Sumatera Selatan, Kemas Abdul Latief.
Pelatihan ini menurutnya menjadi momentum penting melahirkan para pemandu wisata yang memahami sejarah, dan bangga terhadap budaya sendiri.
Pemandu lokal dapat menjadi duta yang tidak hanya bercerita tentang batu dan arca, tetapi menjiwai budaya itu sendiri.
“Selain menjaga lingkungan, keberlanjutan juga dapat dilakukan dengan melestarikan nilai-nilai budaya dan identitas lokal,” ujar Iwan Ridwan Faizal, Manager Community Involvement & Development (CID) PHR Regional Sumatra.
Perusahaan, lanjut Iwan, tumbuh bersama masyarakat dalam menjaga serta mengembangkan potensi daerah. Kegiatan pelatihan dan membaca Aksara Ulu ini salah satu upaya nyata guna mewujudkan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG).
Dukungan serupa datang dari Field Manager PEP Adera Adam Syukron yang menegaskan bahwa pelestarian budaya merupakan bagian integral dari komitmen perusahaan terhadap Pembangunan berkelanjutan.
“Candi Bumi Ayu adalah simbol kebanggan masyarakat PALI. Kami ingin menjadi bagian dari upaya menjaga dan mengembangkannya,” ungkapnya.
Program peningkatan ekowisata di Candi Bumi Ayu menjadi bukti bahwa pelestarian budaya bisa berjalan seiring dengan pembangunan ekonomi.
Melalui kolaborasi antara pemerintah, komunitas, dan perusahaan, masyarakat tidak lagi hanya menjadi penjaga warisan leluhur, tetapi juga pelaku aktif dalam menghidupkan wisata berkelanjutan.
Dari pelatihan sederhana membaca aksara kuno, tersimpan pesan mendalam—bahwa identitas suatu bangsa tidak akan hilang selama masih ada yang mau menulis dan membacanya kembali.
Dan di Candi Bumi Ayu, aksara-aksara tua itu kini kembali berbicara. (RIL)