Artinya, selama kebijakan ini diterapkan, provinsi-provinsi dengan masa antre pendek akan terus mengalami penyelarasan kuota sampai daftar tunggu nasional berada pada level yang sama.
BACA JUGA:RSUD Prabumulih Dilanda Isu Perselingkuhan Pegawai, drg Widyastuti: Itu Hoaks!
BACA JUGA:Menghidupkan Sriwijaya Lewat Jejak Aksara Ulu
Berbanding terbalik dengan Sumsel, provinsi lain yang selama ini memiliki masa tunggu panjang justru merasakan dampak positif dari kebijakan ini.
Makki mencontohkan Sulawesi Selatan dan beberapa provinsi di Pulau Jawa yang antrean hajinya mencapai lebih dari 30 tahun.
Dengan adanya penyeragaman masa antre menjadi 26 tahun, provinsi-provinsi tersebut mendapatkan tambahan kuota dari pemerintah pusat.
Kebijakan ini dirancang untuk mengurangi ketimpangan lama antre antarprovinsi yang selama bertahun-tahun menjadi perhatian pemerintah. Selain menciptakan pemerataan, sistem ini diharapkan membuat proses penentuan kuota lebih proporsional.
Meskipun demikian, menurut Makki, implementasi kebijakan ini tidak bisa dilepaskan dari dinamika lapangan. Setiap daerah memiliki karakteristik, jumlah pendaftar, pola demografi, serta pertumbuhan jemaah yang berbeda-beda.
Untuk mengantisipasi potensi gesekan akibat pengurangan kuota, Kemenag Sumsel memutuskan langkah strategis dengan mengeluarkan porsi hanya 80 persen dari total data jemaah.
Cara ini dilakukan untuk menyesuaikan data pendaftar dengan ketersediaan kuota yang terus mengalami penurunan.
Langkah ini dinilai penting untuk mencegah polemik di lapangan, terutama terkait daftar jemaah yang berhak mengikuti tahapan persiapan seperti manasik haji, pemeriksaan kesehatan, dan pengumpulan berkas.
Dengan pengurangan ini, jemaah yang berada di luar porsi 80 persen tidak dapat diundang mengikuti manasik haji tahun berjalan karena tidak masuk dalam kuota keberangkatan.
Dampak kebijakan ini juga sangat terasa di Kota Prabumulih. Menurut Makki, tahun lalu jumlah jemaah haji yang diberangkatkan dari Kota Prabumulih mencapai 192 orang.
Namun untuk pemberangkatan tahun 2026, jumlah tersebut mengalami penurunan signifikan menjadi sekitar 156 orang.
“Padahal tanpa kebijakan ini, jumlah jemaah diperkirakan bisa mencapai lebih dari 200 orang,” jelasnya.
Pengurangan ini membuat sebagian jemaah yang seharusnya masuk kuota terpaksa tertunda keberangkatannya. Jemaah yang tertunda juga tidak dapat mengikuti manasik haji intensif karena berada di luar daftar porsi 80 persen.