Hal tersebut terbukti dari capaian prestasi olahraga, mulai dari perolehan medali, trofi, hingga peningkatan biaya juara,” ujar sapriadi saat ditemui di PN Palembang, Selasa (2/12/25)
BACA JUGA:Sidang Korupsi Cinde, Kuasa Hukum Alex Noerdin Sebut Kerugian Negara Tak Berdasar
BACA JUGA:Korupsi LRT Palembang, Saksi Waskita Karya Tegaskan Tak ada Dokumen Pembanding Tander Proyek
Menurutnya, saksi a de charge juga menyampaikan bahwa para atlet dan masyarakat menilai terdakwa memiliki kontribusi besar.
“Bahkan saksi tadi menyampaikan, jika pun terdakwa dinyatakan bersalah, ia secara pribadi meminta majelis hakim memberikan putusan yang seadil-adilnya. Namun jika tidak terbukti bersalah, ia memohon terdakwa dibebaskan,” tambah Sapri.
Sapriadi melanjutkan, Wakil Bupati dalam keterangannya juga menilai kinerja Deni sangat baik dan energik.
“Sehingga terkait posisi hukum terdakwa saat ini, kami sepakat dengan apa yang disampaikan saksi bahwa pribadi terdakwa memang menunjukkan dedikasi dalam memajukan olahraga,” jelasnya.
Selain itu, kata Sapriadi, ahli yang dihadirkan yaitu Henny Yuningsih, Dr, SH, MH, ahli pidana dari Unsri juga memberikan penegasan penting.
“Ahli menyampaikan bahwa secara konstitusional, undang-undang, dan aturan hukum, pihak yang berwenang menentukan kerugian negara hanyalah BPK.
Meski ada ruang interpretasi dalam SEMA, namun bukan untuk menetapkan kerugian negara. Jika ada potensi kerugian, hal itu diserahkan kepada majelis hakim,” tegasnya.
Dengan mempertimbangkan seluruh keterangan ahli serta saksi-saksi pada sidang sebelumnya, pihaknya menilai bahwa terdakwa tidak memiliki kewenangan, kesempatan, maupun niat untuk melakukan tindak pidana korupsi. “Terdakwa juga sudah mengembalikan dana,” ujar Sapri.
Sapriadi menjelaskan bahwa terdakwa telah menjalani dua kali audit. Audit PBK menunjukkan akumulasi kerugian negara sekitar Rp190 juta, dan terdakwa telah mengembalikan Rp40 juta secara tanggung renteng bersama bidang-bidang terkait.
“Dari audit PBK, kerugian negara dinyatakan nihil setelah pengembalian,” katanya.
Namun, audit AFIP kejaksaan justru menunjukkan nilai kerugian meningkat drastis menjadi sekitar Rp900 juta.
Ia menilai perhitungan tersebut tidak sinkron dengan fakta anggaran dan potongan-potongan yang terjadi.
“Jika dihitung dari anggaran yang dikelola, potongan 30 persen oleh pihak yang tidak jelas (kami sebut goib karena tidak ada yang mengaku) serta potongan 4 persen kepada vendor, maka dana riil yang mengalir ke bawah sekitar Rp800 juta. Ini tidak sesuai dengan dakwaan jaksa,” ujarnya.