Cireng Banyur Kuah Pedas, Jajanan Tradisional yang Kembali Naik Daun

Dengan harga jual per porsi yang cukup terjangkau, keuntungan yang didapat bisa mencapai 40–60 persen.

Beberapa penjual bahkan mulai membuat kemasan frozen atau bumbu kuah instan agar bisa dijual secara online ke luar kota. Cara ini dinilai efektif untuk memperluas pasar sekaligus meningkatkan pendapatan.

Meski sedang naik daun, cireng banyur juga memiliki tantangan, terutama dalam menjaga tekstur cireng agar tidak cepat hancur ketika direndam kuah.

Untuk mengatasi masalah ini, beberapa pedagang melakukan variasi pada adonan, seperti menambahkan bumbu atau memperkuat tekstur dengan kombinasi tepung terigu dan tapioka.

Inovasi rasa pun mulai bermunculan. Tidak hanya kuah pedas, kini ada varian kuah creamy, kuah asam pedas ala Thailand, hingga kuah tomyum. Bahkan di beberapa tempat, cireng banyur disajikan bersama telur setengah matang atau sambal matah.

“Anak muda suka coba yang baru. Kalau tidak inovatif, cepat bosan,” ujar Fira, seorang pemilik kedai cireng banyur di Cimahi.

Fenomena viralnya cireng banyur kuah pedas menunjukkan bahwa kuliner tradisional masih memiliki tempat istimewa di hati masyarakat Indonesia.

Dengan sedikit kreativitas dan keberanian untuk berinovasi, makanan sederhana dapat kembali populer dan bersaing dengan jajanan modern.

Di tengah semakin banyaknya makanan impor dan tren kuliner baru, kehadiran cireng banyur menjadi bukti bahwa kuliner lokal tetap relevan dan disukai.

Banyaknya pedagang yang sukses berkat jajanan ini juga menjadi sinyal positif bagi perkembangan UMKM di sektor makanan.

Dengan rasa yang khas dan harga terjangkau, cireng banyur kuah pedas diperkirakan akan terus menjadi favorit masyarakat.

Para pelaku usaha pun optimistis bahwa tren ini masih akan bertahan dan berkembang dalam beberapa tahun ke depan.

Sumber: