Mengapa Pertambangan Tanpa Izin Perlu di Tertibkan?

Mengapa Pertambangan Tanpa Izin Perlu di Tertibkan?

praktisi Hukum Dr Firmansyah SH MH-Foto : Febi-PALPOS.ID

MUARA ENIM, PALPOS.ID - Berdasarkan data yang dirilis Ditjen Minerba Kementerian ESDM, hingga kwartal II tahun 2021 kegiatan Pertambangan Tanpa Izin (PETI) mencapai 2.700 lokasi yang tersebar di Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 2.645 lokasi PETI Mineral dan 96 lokasi PETI Batubara. Aktivitas PETI terbanyak berada di Sumatera Selatan, yakni salah satunya di Kabupaten Muara Enim.

Hal ini tentu sangat memprihatinkan, karena itu perlu perhatian serius dari semua stakeholder sebagai upaya dan dukungan bersama untuk menangani isu PETI beserta dampak yang ditimbulkannya.

"PETI adalah kegiatan memproduksi mineral atau batubara yang dilakukan oleh masyarakat atau perusahaan tanpa memiliki izin, tidak menggunakan prinsip pertambangan yang baik, serta memiliki dampak negatif bagi lingkungan hidup, ekonomi, dan sosial,"ujar praktisi Hukum Dr Firmansyah SH MH, Salasa ( 18/4).

Dalam konteks tersebut, kata Firmansyah, maka setiap usaha pertambangan batubara hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan izin usaha dari pejabat yang berwenang. Adapun izin usaha yang dimaksud, antara lain adalah Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dan Izin Usaha Pertambangan Rakyat (IUPR). "Tidak dipenuhinya izin-izin tersebut maka kegiatan pertambangan yang dilakukan dapat dikatakan sebagai pertambangan tanpa izin (PETI)," terangnya.

BACA JUGA:Angkutan Batubara Dilarang Beroperasi Selama Lebaran

BACA JUGA:Baru Diperbaiki, Lantai Jembatan Gantung Putus

Dari sisi regulasi, PETI melanggar UU No 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Pasal 158 UU Minerba, bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000. Termasuk juga setiap orang yang memiliki IUP pada tahap eksplorasi, tetapi melakukan kegiatan operasi produksi, dipidana dengan pidana penjara diatur dalam Pasal 160 UU Minerba.

Pada Pasal 161 UU Minerba, lanjutnya, juga diatur bahwa setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan atau pemurnian, pengembangan atau pemanfaatan pengangkutan, penjualan mineral atau batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR atau izin lainnya dipidana dengan pidana penjara.

"Kegiatan pertambangan merupakan kegiatan yang memerlukan rekayasa keras (hard engeneering) yang sangat beresiko menganggu lingkungan karena merubah bentang alam. PETI dalam praktiknya tidak melalui good mining practices mengandung higt risk terhadap keamanan dan kesalamatan kerja pelaku penambangan, dan rawan kecelakaan tertimbun akibat runtuhnya lahan yang ditambang," ujarnyam

Padahal dalam pengusahaan penambangan terdapat kaedah-kaedah teknik dan lingkungan yang harus dipatuhi untuk meminimalisir resiko akibat kegiatan usaha penambangan. Kemudian perhatian khusus terhadap praktik penambangan ilegal ini tidak lain disebabkan karena banyaknya dampak negatif dari pengoperasian PETI, diantaranya berkaitan dengan kehidupan sosial, ekonomi, dan lingkungan.

BACA JUGA:Antisipasi Kemacetan, Minta PT KAI Atur Ulang Jadwal Operasional

BACA JUGA:Tidak Bisa Berenang Pelajar Tenggelam di Sungai Lematang

Dampak sosial kegiatan PETI antara lain menghambat pembangunan daerah karena tidak sesuai RTRW, dapat memicu terjadinya konflik sosial di masyarakat, menimbulkan kondisi rawan dan gangguan keamanan dalam masyarakat, menimbulkan kerusakan fasilitas umum, serta berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan akibat polusi debu batubara yang tidak terkendali.

Dari aspek ekonomi, sambungnya, kegiatan PETI merugikan daerah karena tidak dipenuhi, seperti kewajiban perpajakan baik pajak daerah maupun retribusi daerah sehingga berdampak pada pendapatan asli daerah (PAD).

Sementara, dari aspek lingkungan, PETI akan menimbulkan kerusakan lingkungan hidup, merusak hutan apabila berada di dalam kawasan hutan, dapat menimbulkan bencana lingkungan, mengganggu produktivitas lahan pertanian dan perkebunan, serta dapat menimbulkan kekeruhan air sungai dan pencemaran air.

Menurutnya, saat ini PETI di Kabupaten Muara Enim sudah dilakukan secara terbuka dan terang-terangan, tidak lagi sekedar menggunakan alat tradisional, tetapi sudah menggunakan sejumlah alat berat dan mobil dump truk. Kondisi semacam ini mengakibatkan banyak ditemui lahan bekas PETI dengan penambangan terbuka tidak bisa lagi dimanfaatkan. Bahkan telah menimbulkan genangan air yang sangat berbahaya. Bahaya lain yang ditimbulkan PETI adalah batubara yang terekspos langsung ke permukaan sangat rawan dan dalam skala tertentu bisa menyebabkan kebakaran.

"Itulah antara lain sisi negatif dari PETI. Semua ini terjadi karena mengabaikan kewajiban-kewajiban yang ditentukan oleh undang-undang. Ini jelas merugikan pemerintah daerah maupun masyarakat sekitar. Seandainya Pemkab Muara Enim berniat melegalkan PETI diperlukan usaha keras untuk terlebih dahulu membatalkan norma/aturan pidana yang telah diatur dalam UU Minerba," jelasnya.

Kalupun disiasati akan diatur dengan Perda atau Perbup atau sejenisnya, juga tidak tepat, mengingat secara hirarki bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, dalam hal ini UU Minerba.

Keberadaan PETI tidak boleh hanya dilihat dari aspek regulasi perizinannya saja sehingga dianggap seolah-olah hanya kewenangan pusat. Perlu diingat, bahwa kegiatan pertambangan batubara adalah hukum administrasi yang penegakan hukumnya diberi sanksi pidana.

Dijelaskannya, dalam UU Minerba, mengatur rezim pertambangan batubara menjadi kewenangan pemerintahan ousat, dengan catatan sepanjang itu menyangkut perizinan usaha pertambangan yang resmi/legal. Tetapi itu tidak berlaku bagi PETI karena PETI itu sendiri melanggar undang-undang dan merupakan tindak pidana. PETI nyata-nyata ada di daerah dan pemerintah kabupaten berkepentingan menertibkannya dengan memperhatikan semua dampak negatifnya. "Tetapi kalau membandel, ya penegakan hukumnya ada pada Kepolisian selaku Aparat Penegak Hukum. Tinggal lagi ini soal ada tidaknya komitmen yang kuat untuk menertibkannya," tegasnya.

Saat ini, kata dia, keseriusan pemerintah tengah diuji untuk menyelesaikan persoalan PETI, apalagi ini sudah berlangsung sejak tahun 2010. Selain dampak negatif, aktivitas ini sangat berbahaya dan mengancam nyawa karena tidak mematuhi norma pertambangan yang baik. Kita masih ingat sekitar Oktober 2020 yang lalu, ada 11 orang yang tertimbun tanah longsor di kawasan tambang batubara ilegal di Desa Tanjung Lalang, Kecamatan Tanjung Agung, Kabupaten Muara Enim. Tapi nampaknya upaya penegakan hukum kasus ini tidak berlanjut ke pengadilan.  

Kemudian, baru-baru ini Polda Sumsel merilis pemberitaan telah menangkap 6 tersangka pengangkut batubara illegal di kawasan Baturaja, Kabupaten OKU, berikut barang bukti empat unit truck pengangkut batubara dan 98 ton batubara yang diangkut. Batubara ini diangkut berasal dari pertambangan illegal dari Kabupaten Muara Enim untuk dibawa ke Lampung.

Begitu juga Polres Muara Enim beberapa waktu lalu di media telah mengamankan dua unit truck bermuatan batubara sebanyak 35 ton yang di duga berasal dari aktivitas penambangan ilegal karena tidak dilengkapi dokumen resmi. "Upaya yang dilakukan aparat penegak hukum ini untuk menuntaskan kasus ini wajib kita dukung hingga berlanjut sampai pengadilan. Dan ini juga perlu menjadi perhatian kita bersama, supaya kasus tersebut tidak hilang begitu saja,"ungkapnya.

Lanjut Firmansyah, sejauh ini baru ditemukan satu putusan Pengadilan yang menjerat pelaku penambangan illegal, yaitu putusan Pengadilan Negeri Muara Enim No. 01/Pid.B/PN.Mre, tanggal 13 Maret 2013 atas nama terdakwa Dudung Gunawan Bin Ade Karto dalam perkara tindak pidana penambangan batubara tanpa izin, yang berlokasi di Desa Darmo, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim.

Meskipun secara kasap mata ada banyak kasus serupa tetapi yang berporoses hukum ke pengadilan nyaris tidak terdeteksi. Kuat dugaan sebagian memilih penyelesainya di luar pengadilan.

Menghadapi PETI ini, lanjutnya, Pemkab Muara Enim sesuai kewenangannya perlu menggagas dibentuk tim terpadu dengan melibatkan beberapa unsur instansi seperti Kepolisian, Kejaksaan, TNI, dan dinas-dinas terkait. Tim tersebut yang melakukan pembinaan, pengendalian, dan penertiban pertambangan illegal. Tetapi kalau pelaku PETI masih membandel, ya harus ditindak tegas.

Sedangkan upaya penegakan hukum illegal mining itu sendiri menjadi domein aparatur penegak hukum untuk menindak tegas. Tim ini juga dimaksudkan untuk menepis kesan di masyarakat “terjadi pembiaran”, yang pada akhirnya akan mudah diketahui siapa yang berada di balik kegiatan pertambangan tanpa izin tersebut. "Dengan adanya perhatian serius terhadap hal ini, tentu kita berharap ke depan melalui langkah-langkah konkrit seperti ini dapat mencegah maraknya penamabangan lllegal di Kabupaten Muara Enim," harapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: palpos.id