Manfaat Stimulus Pijat Endorphin, Oksitosin dan Sugestif untuk Meningkatkan Produksi ASI

Manfaat Stimulus Pijat Endorphin, Oksitosin dan Sugestif untuk Meningkatkan Produksi ASI

--

Oleh : Nurayuda, SST.,M.Kes*

INDONESIA memiliki target pemberian ASI eksklusif sebesar 80 persen. 

Namun sejauh ini angka tersebut masih sangat sulit untuk dicapai. 

Provinsi Sumatera Selatan sendiri hanya memiliki angka pemberian ASI eksklusif sebesar 58,23 persen pada tahun 2017.

Sementara target capaian program ASI eksklusif di Sumatera Selatan sebesar 47 persen pada tahun 2018 (Dinkes Prov SumSel, 2019). 

Dari capaian ASI eksklusif di Sumatera Selatan tahun 2017 didapatkan Kabupaten Muara Enim sebagai Kabupaten yang memiliki angka pemberian ASI eksklusif rendah yaitu sebesar 44,1 persen (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, 2017) dan baru mencapai angka 63,7 persen pada tahun 2019. 

Pemberian ASI eksklusif memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian stunting pada anak, jika produksi ASI idak keluar di hari pertama kelahiran harus diantisipasi sejak kehamilan melalui konseling laktasi.

Tetapi penyebaran informasi di antara petugas belum dioptimalkan sehingga perlu dilakukan alternatif cara merangsang produksi susu (Wiwin W, 2014). 

Adapun faktor ibu yang menjadi masalah dalam pemberian ASI adalah pengeluaran ASI, masalah pengeluaran ASI ini dipengaruhi oleh berkurangnya rangsangan hormon oksitosin.

Sedangkan perubahan pisik dan psikologis dapat mempengaruhi proses laktasi. 

Cara alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan Stimulasi Pijat Endorphine, Oksitosin dan Sugestif untuk merangsang pengeluaran ASI.

Stunting disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya yaitu pemberian ASI eksklusif (TNP2K, 2017). 

Kurangnya pemahaman ibu mengenai gizi, pemberian ASI eksklusif sangat mempengaruhi status gizi pada anak.

Asupan zat gizi pada sebelum, saat hamil dan setelah melahirkan dapat beresiko mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan, pembentukan struktur dan fungsi otak, rendahnya produktivitas, serta penyakit kronis pada saat usia dewasa (Almaster, 2004 dalam Helmyati, 2019). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: