Direktur Jenderal HAM Soroti Peningkatan Kasus Anak Berkonflik dengan Hukum, Desak Revisi UU SPPA
--
Diversi diatur dalam Pasal 7 ayat (1), yang menyebutkan bahwa anak yang berhadapan dengan hukum pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan negeri harus diupayakan diversi jika tindak pidana yang dilakukan tidak melebihi ancaman pidana penjara 7 tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana.
Namun, Dhahana menyoroti bahwa meskipun UU SPPA telah memberikan landasan bagi pendekatan restorative justice, tren peningkatan kasus kejahatan serius oleh anak seperti pembunuhan dan kekerasan seksual menunjukkan bahwa beberapa aspek dari undang-undang ini perlu diperbaiki.
BACA JUGA:Kemenkumham Sumsel Gelar Sosialisasi untuk Tingkatkan Kesadaran Legalitas Produk UMKM
Diversi dalam UU SPPA saat ini tidak berlaku untuk kasus dengan ancaman pidana di atas 7 tahun. Hal ini menjadi masalah karena kasus-kasus dengan ancaman pidana tinggi sering kali memerlukan penanganan yang berbeda dibandingkan dengan kasus yang ancaman pidananya lebih ringan.
Dhahana menyarankan perlunya revisi UU SPPA untuk memperjelas kapan rehabilitasi dapat diberikan dan kapan proses hukum formal lebih sesuai.
Revisi ini diharapkan dapat menjawab tantangan baru dalam penanganan kasus anak yang berkonflik dengan hukum, sehingga proses hukum menjadi lebih adil baik bagi anak yang terlibat maupun bagi korban kejahatan.
Dhahana menegaskan pentingnya memastikan bahwa hak-hak anak tetap terjaga sambil tetap mempertimbangkan keadilan bagi korban.
BACA JUGA:Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Legalitas Produk dan Badan Usaha ke Pelaku UMKM
BACA JUGA:Kemenkumham Sumsel Berikan Apresiasi Kepada Pegawai Teladan pada Apel Pagi
Dari perspektif kebijakan, revisi UU SPPA perlu mengakomodasi perubahan dinamika tindak kriminal yang terus berkembang.
Dengan memperbarui undang-undang ini, diharapkan anak yang terlibat dalam kejahatan dapat diberikan kesempatan rehabilitasi yang lebih efektif.
Selain itu, perlunya pengaturan tambahan tentang restorative justice juga penting untuk memastikan bahwa kebijakan ini diterapkan secara konsisten di seluruh sistem peradilan.
Saat ini, penerapan restorative justice di Indonesia diatur dalam berbagai peraturan, termasuk Peraturan Kepolisian, Peraturan Kejaksaan, dan Peraturan Mahkamah Agung.
BACA JUGA:Kemenkumham Sumsel Gelar Penyuluhan Gerakan Antikorupsi Kepada UPT Pemasyarakatan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: