Iklan HUT KORPRI 2025
Iklan Astra Motor

Tantangan dan Peluang Pengelolaan Hutan Meranti Harapan Menuju Model Kolaboratif yang Responsif

Tantangan dan Peluang Pengelolaan Hutan Meranti Harapan Menuju Model Kolaboratif yang Responsif

Tantangan dan Peluang Pengelolaan Hutan Meranti Harapan Menuju Model Kolaboratif yang Responsif.--Dokumen Palpos.id

PALPOS.CO - PT Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI) bekerjasama dengan Dinas Kehutanan Provinsi (Pemprov) Sumatera Selatan (Sumsel), menggelar seminar dan Focus Group Discussion (FGD) mebahas keberlanjutan hutan hujan dataran rendah yang tersisa lanskap Meranti-Harapan di Hotel Aston Palembang, Selasa (16/12/2025).

Lanskap Meranti-Harapan, merupakan hutan dataran rendah yang memiliki peranan strategis menjaga stabilitas ekologis di Sumsel. 

Kawasan ini menjadi rumah/habitat utama bagi spesies kunci (keystone species) bagi Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus) dan Harimau Sumatera (Phantera Tigris Sumatrae), serta berfungsi sebagai koridor ekologis yang mempertahankan konektivitas kawasan hutan yang kini semakin terfragmentasi.

Fungsi tersebut menempatkan Meranti Harapan, sebagai komponen lanskap yang memiliki peran krusial dalam menjaga stabilitas proses ekologis serta memastikan keberlanjutan keanekaragaman hayati di tingkat kawasan.

BACA JUGA:Produksi Minyak PEP Zona 4 Melonjak 10 Kali Lipat Sejak 2019

BACA JUGA:86.659 Warga di OKU Raya Terima Bantuan Beras dan Minyak Goreng  

Di dalam lanskap ini terdapat kawasan PBPH Restorasi Ekosistem (RE) yang dikelola oleh PT. Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI), yang memiliki nilai konservasi sangat tinggi.

Direktur PT REKI Adam Aziz menyampaikan, dengan pertimbangan tantangan pengelolaan hutan di lanskap Meranti Harapan bersifat multidimensi yang meliputi aspek ekologis, sosial, dan tata kelola, maka penyelesaiannya tidak dapat bersifat parsial ataupun sektoral. 

FGD ini juga digagas agar mendapat insight dari multi pihak sehingga menemukan kerangka kerja yang integratif, adaptif, dan kolaboratif, sehingga mampu merespons kompleksitas permasalahan tersebut.

“Kolaborasi multipihak menjadi elemen fundamental dalam mengoptimalkan peluang pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Kolaborasi ini mencakup keterlibatan pemerintah pusat dan daerah, pemegang Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH), pemegang Persetujuan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH), masyarakat, akademisi, serta organisasi non-pemerintah (NGO),” ujarnya di sela kegiatan FDG yang mengakat tema “Tantangan dan Peluang Pengelolaan Hutan di Lanskap Meranti Harapan menuju Model Kolaboratif yang Responsif Terhadap Perubahan Ekologis dan Sosial”.

BACA JUGA:Dorong Petani Desa Benakat Minyak Kuasai Strategi Pemasaran Produk Pertantian, PEP Pendopo Field Gelar Pelatih

BACA JUGA:Produksi Minyak Sumbagsel Naik, SKK Migas Catat Rata-Rata 68.391 Ribu Barel per Hari Sepanjang 2025

Adam juga menjelaskan, melalui proses kolaboratif ini, para pemangku kepentingan dapat menyelaraskan data, persepsi, prioritas kebijakan serta perumusan strategi dalam mengintegrasikan pengetahuan ilmiah dengan pengalaman lapangan.

Pemikiran dan masukan dari berbagai pihak akan menjadi dasar bagi perumusan langkah-langkah pengelolaan yang lebih efektif dan berkelanjutan, yang tidak hanya memberikan manfaat ekologis, tetapi juga nilai ekonomi bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: berbagai sumber