China Dominasi Pasar Mobil Listrik Global pada 2025 dengan Strategi, Ekspansi dan Tantangan Geopolitik.

China Dominasi Pasar Mobil Listrik Global pada 2025 dengan Strategi, Ekspansi dan Tantangan Geopolitik.

China Dominasi Pasar Mobil Listrik Global pada 2025 dengan Strategi, Ekspansi dan Tantangan Geopolitik. -Foto: @facebook_Kendara Indonesia-

Kebijakan perdagangan yang semakin proteksionis dari Amerika Serikat, terutama di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump yang  kembali berkuasa, diperkirakan akan meningkatkan ketegangan perdagangan global.

AS terus memperketat aturan terkait impor kendaraan listrik dan komponen baterai dari China sebagai bagian dari strategi untuk membangun kembali industri manufaktur dalam negeri.

Sementara itu, Uni Eropa tengah menegosiasikan tarif impor untuk mobil listrik asal China, dengan alasan melindungi industri otomotif lokal dari banjir produk murah yang dinilai bisa mengancam keberlanjutan produsen lokal.

Jepang dan Korea Selatan Fokus ke Hidrogen

Di saat China memimpin pasar EV berbasis baterai (BEV), negara-negara Asia Timur lainnya seperti Jepang dan Korea Selatan memilih jalur berbeda: kendaraan berbahan bakar hidrogen.

Toyota dan Hyundai menjadi dua pemain utama dalam inovasi teknologi kendaraan sel bahan bakar (FCEV).

Toyota memelopori langkah ini sejak 2014 dengan meluncurkan model MIRAI, dan kini tengah mempersiapkan uji coba Hiace hidrogen-elektrik pada 2025. 

Hyundai juga tak mau kalah dengan rencana peluncuran model INITIUM, yang sepenuhnya mengandalkan sel bahan bakar hidrogen.

Meskipun adopsi FCEV masih jauh di bawah EV baterai, namun banyak analis meyakini bahwa teknologi ini akan menjadi solusi jangka panjang, terutama untuk kendaraan komersial dan logistik yang membutuhkan jarak tempuh jauh dan waktu pengisian singkat.

Tantangan Adopsi EV Global: Harga, Infrastruktur, dan Politik

Meski penjualan kendaraan listrik global terus menunjukkan tren peningkatan, namun pertumbuhannya cenderung melambat pada 2024. 

Tiga tantangan utama menjadi sorotan:

Harga yang masih tinggi, khususnya di negara berkembang, membuat banyak konsumen enggan beralih ke EV.

Infrastruktur pengisian daya yang belum merata membuat pengalaman pengguna kurang nyaman, terutama di luar kota besar.

Ketidakpastian politik dan kebijakan pemerintah, termasuk insentif yang sering berubah dan birokrasi panjang, menambah keraguan investor dan pembeli.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: